“Bantuan yang kami salurkan cukup beragam, mulai dari school kit, bingkisan makanan dan minuman sehat, alat tulis sekolah, hingga tenda untuk ruang kelas darurat. Selain itu, kami juga memberikan dukungan berupa voucher uang tunai untuk membantu pembersihan sisa material banjir di lingkungan sekolah,”
terang Didik.
Semua bantuan itu, katanya, disesuaikan dengan kondisi riil di lapangan. Jumlah peserta didik dan tingkat kerusakan bangunan jadi pertimbangan utama. Intinya, tidak seragam. Kementerian berusaha memaksimalkan dukungan, mulai dari bahan ajar, buku, kursi, hingga sarana pendukung lain untuk menyambut semester genap di Januari.
Namun begitu, situasi di lapangan memang kompleks. Untuk satuan pendidikan yang rusak parah dan berada di wilayah rawan, opsi relokasi ke lokasi lebih aman mulai dipertimbangkan. Ini jadi tantangan tersendiri.
“Bagi lembaga pendidikan seperti Madrasah Tsanawiyah di Kabupaten Solok yang rusak total dan perlu direlokasi kami berharap adanya dukungan dari para donatur, terutama terkait penyediaan lahan. Sementara itu, untuk sekolah-sekolah di bawah naungan Kemendikdasmen, kami terus mengupayakan bantuan agar proses pembelajaran tetap dapat berjalan,”
tandasnya.
Jadi, selain bantuan darurat, persoalan jangka panjang seperti relokasi juga sudah masuk dalam radar. Langkahnya bertahap, tapi upayanya jelas: agar anak-anak bisa secepatnya kembali ke bangku sekolah, meski mungkin di bawah tenda untuk sementara waktu.
Artikel Terkait
Mahasiswa IT Kirim Email Teror ke Sekolah Usai Cinta Ditolak
Islah di Tubuh NU: Jargon atau Agenda Perbaikan Nyata?
Amien Rais Sindir Gaya Kepemimpinan Prabowo: Masih Terlalu Sibuk Berkelana
Duel Sengit di City Ground: Forest Hadang Laju Manchester City di Boxing Day