Spontan, tepuk tangan riuh menggema di ruangan. Mereka memberikan apresiasi untuk pencapaian anak itu. Namun, ceritanya belum berakhir. Gus Ipul lalu menyodorkan fakta lain yang bikin decak kagum.
"Kepala sekolahnya mana? Kepala sekolah. Benar dia ranking tiga? Tidak mengada-ada? Asli?" tanyanya setengah tak percaya, mencari konfirmasi dari kepala sekolah Nazril yang hadir di tempat.
Setelah mendapat anggukan pasti, Gus Ipul pun menjelaskan ke semua orang. "Jadi pada tengah semester, Nazril dengan kerja keras bisa menjadi ranking ketiga."
Prestasi itu tentu bukan datang tiba-tiba. Menurut pengakuan Rina, kondisi keluarga mereka sebenarnya sangat sederhana. Ia bekerja sebagai tukang cuci dan gosok pakaian, dengan penghasilan yang pas-pasan. Biaya sekolah anak nyaris tak terjangkau.
Nazril bahkan sempat di ujung tandang untuk berhenti sekolah. Menurut Rina, tanpa kehadiran Sekolah Rakyat, mustahil anaknya bisa terus belajar seperti sekarang. Di akhir kesaksiannya, rasa haru itu ia tuangkan dalam bentuk terima kasih.
"Kepada Bapak Presiden saya terima kasih atas adanya sekolah rakyat ini, sudah mengubah anak saya menjadi pintar," ucap Rina.
Momen itu, sederhana tapi sarat makna, seolah menjadi jawaban nyata dari tujuan program tersebut. Sebuah bukti bahwa perubahan, meski dimulai dari hal dasar seperti membaca, bisa membuka jalan yang lebih terang.
Artikel Terkait
Kejagung Serahkan Rp 6,6 Triliun ke Kas Negara, Begini Cara Mengamankan Uang Sebanyak Itu
Malam Khidmat di Katedral, Ribuan Umat Padati Misa Natal
DDII Jabar Tegaskan Sikap: Imbau Umat Islam Hindari Ucapan dan Atribut Natal
Setahun Memimpin, Prabowo Tegaskan Kunci Pemerintahan Efektif Ada di Meritokrasi