“Kita mematok sesuai dengan peraturan pemerintah. Dengan alfanya masih masuk margin,” ungkap Adhy waktu itu.
Perhitungannya sendiri melibatkan dua faktor utama. Pertama, inflasi Jatim yang berdasarkan data BPS ada di 2,53% (dihitung dari September 2024 ke September 2025). Kedua, pertumbuhan ekonomi daerah yang di angka 5,12%. Dari situlah akhirnya ketemu angka kisaran Rp 2,4 juta.
“Dengan hitungan itu, maka UMP nya ada di kisaran Rp 2,4 juta,” tegasnya.
Buat Adhy, UMP ini adalah batas paling bawah di level provinsi. Ambil contoh, UMK Kabupaten Situbondo untuk 2025 kemarin, nggak boleh lebih rendah dari angka UMP. Tujuannya jelas: meningkatkan kesejahteraan dan daya beli pekerja.
Tapi ada hal lain yang juga jadi perhatian. “Juga tetap ada keinginan kita untuk mengurangi disparitas antara Ring 1 dengan Ring 2, Ring 3,” tandas Adhy.
Masalah kesenjangan upah ini emang nyata banget di Jatim. Coba aja liat perbandingan upah pekerja di Kota Mojokerto dengan Kabupaten Mojokerto yang di kabupaten biasanya lebih tinggi. Fenomena serupa terlihat di Pasuruan dan Kediri, di mana upah di wilayah kabupaten cenderung mengungguli kota.
Penetapan UMP 2026 ini, di satu sisi, memberi kepastian. Di sisi lain, ia jadi langkah awal sebelum perdebatan dan penyesuaian di level kabupaten/kota dimulai. Perjalanannya masih panjang.
Artikel Terkait
Ketertutupan Pemerintah Lebih Berbahaya Daripada Status Bencana Nasional
UMP DIY 2026 Naik 6,78 Persen, Sektor Konstruksi dan Transportasi Tak Ikut Serta
Jakarta Siapkan Rp 2,62 Triliun untuk Proyek Anti-Banjir JakTirta
JATTI Resmi Dilantik, Fokuskan Empat Bidang Strategis