Di sisi lain, bulan ini juga mengajak kita melihat lebih luas. Memperbaiki diri bukan cuma urusan ibadah pribadi, tapi juga soal kesadaran hidup dalam sistem yang seringkali bobrok. Ketika kezaliman struktural dianggap wajar, ketika hukum Allah disingkirkan, Rajab hadir sebagai panggilan untuk introspeksi: mau dibawa ke mana hidup ini?
Seharusnya, bulan ini melahirkan kegelisahan yang sehat. Resah karena iman terasa tipis. Gelisah karena Islam hanya jadi simbol, tanpa ruh. Dan rindu untuk hidup sepenuhnya di bawah naungan aturan Allah.
Intinya, Rajab bukan ritual tambahan. Ini bulan evaluasi arah hidup. Apa kita cuma ingin selamat sendiri, atau peduli pada keadaan umat? Apa Islam cuma kita simpan di sajadah, atau kita bawa sebagai solusi nyata?
Kalau Rajab berlalu tanpa perubahan, waspadalah. Ramadan nanti bisa jadi cuma rutinitas tahunan lapar dan haus, tapi kosong dari makna perjuangan. Jadi, siapa pun kita hari ini, Rajab sedang memanggil.
Berhenti menunda taubat. Mulai menata niat. Bangun kesadaran. Dan siapkan diri untuk perubahan yang lebih besar. Rajab bukan sekadar bulan haram. Ia adalah panggilan perubahan.
Selvi Sri Wahyuni M. Pd
Artikel Terkait
KPK Geledah Rumah Dinas Bupati, Sita Rp400 Juta Terkait Kasus Gubernur Riau
Mantan Kapolda DIY Kenang Ustaz Jazir, Perintis Kemakmuran Masjid Jogokariyan
Drama Donasi Digital: Ketika Empati Diperdagangkan di Layar Ponsel
Bantuan BCA Tiba di Pengungsian Aceh Tamiang, Dukung Pemulihan Pasca-Banjir