Di tengah segala kesulitan itu, ada satu pemandangan yang tak bisa saya lupakan. Masyarakat setempat, dengan segala keterbatasan, justru saling bahu-membahu. Mereka berbagi apa yang ada. Dan para relawan semangat mereka luar biasa. Mereka terus bergerak, mengabdi, melayani warga yang terdampak tanpa kenal lelah. Itu semua memberi secercah kehangatan di tengah situasi yang mencekam.
Setelah melalui segala rintangan, akhirnya saya berhasil kembali ke Jakarta dengan selamat. Rasa syukur itu pasti ada. Tapi di sisi lain, hati ini campur aduk. Ada kekecewaan yang dalam, kesedihan, bahkan kemarahan. Kenapa? Karena setelah berhari-hari kami terjebak dalam kondisi darurat, aksi tanggap yang konkret dan terkoordinasi dari negara seolah tak kunjung terlihat. Situasi sudah sedemikian genting, tapi responsnya terasa lambat, bahkan hampir tak ada.
Pengalaman ini lebih dari sekadar laporan perjalanan. Ini tentang ketangguhan manusia di satu sisi, dan tentang ruang kosong yang memilukan di sisi lain.
Artikel Terkait
Tim KPK Usut Dugaan Korupsi Kuota Haji, Periksa Lokasi di Mina
Di Balik Gerobak Bakso Pangandaran: Kisah Nelayan yang Bertahan di Tepian
Bupati Lampung Tengah Tersandung Suap Rp5,7 Miliar untuk Bayar Utang Kampanye
Suharti Buka Suara: Data Pendidikan Masih Banyak PR Meski 71,9% Dinilai Baik