Strategi Politik Jokowi, Gibran, dan Prabowo: Analisis Dinamika Kekuasaan 2024

- Senin, 17 November 2025 | 06:25 WIB
Strategi Politik Jokowi, Gibran, dan Prabowo: Analisis Dinamika Kekuasaan 2024

Pertemuan antara strategi Jokowi dan Prabowo menciptakan ruang gelap politik yang tidak diucapkan, namun terasa kuat dalam dinamika kekuasaan. Ruang ini ditandai oleh tiga ketegangan utama:

Ketegangan Dinasti Politik

Jokowi berusaha memastikan Gibran aman sebagai penerus politik dalam lanskap yang ia bangun. Namun, pewarisan dalam politik Indonesia tidak selalu berjalan mulus dan dapat memicu resistensi halus.

Ketegangan Legitimasi Prabowo

Dengan mengambil alih beban rezim sebelumnya, Prabowo berisiko dianggap sebagai penjaga masa lalu alih-alih pembaru.

Ketegangan antara Publik dan Elit

Publik melihat permainan politik dalam kabut, sementara elit memahami bahwa arah kekuasaan sedang dinegosiasikan, bukan diserahkan begitu saja.

Pelajaran dari Sejarah: Pola Pelindung dan Pengambil Alih

Indonesia memiliki preseden historis dalam dinamika kekuasaan semacam ini. Pada akhir era Sukarno, Soeharto mengambil alih stabilitas sambil menyatakan loyalitas, menyelamatkan negara sekaligus menggantikan patronnya. Di akhir Orde Baru, Habibie menerima beban krisis ekonomi untuk menjaga kesinambungan, namun harus mengubah arah untuk membangun legitimasi baru.

Kedua contoh ini menunjukkan bahwa siapapun yang mengambil alih beban politik pada akhirnya harus mendefinisikan ulang kekuasaan, bukan hanya mewarisinya. Hal serupa terjadi sekarang: Prabowo menerima beban, namun masa depan menuntutnya menciptakan jarak simbolis agar tidak tenggelam dalam bayangan rezim sebelumnya.

Kesimpulan: Politik Simbol dan Ruang Gelap yang Berkelanjutan

Politik Indonesia terus bergerak di antara simbol dan ruang gelap. Jokowi menggunakan simbol untuk memetakan perlindungan bagi Gibran. Prabowo menggunakan keberanian untuk mengambil alih beban, dengan risiko terjerat dalam warisan yang ia jaga.

Dalam perspektif antropologis, kekuasaan tidak hanya tentang siapa yang memimpin, tetapi tentang siapa yang berhasil menguasai ritus, rasa, dan ruang gelap tempat keputusan besar dibuat. Pertanyaan besarnya adalah apakah ruang gelap ini akan melahirkan keberlanjutan atau justru memicu pertarungan baru dalam peta politik Indonesia.


Halaman:

Komentar