Wakil Menteri PPPA, Veronica Tan, dalam sebuah video sambutan, membeberkan apa yang diperjuangkan dalam kongres bersejarah itu.
“Perjuangan itu lahir dari keberanian dan keinginan agar perempuan dihormati sebagai perempuan seutuhnya yang berdaya, bahkan sejak dilahirkan,”
Katanya. Mereka waktu itu memperjuangkan hak perempuan dan anak untuk sekolah, menolak perkawinan anak, melawan poligami yang tak adil, serta membela buruh perempuan dan perempuan kepala keluarga.
Intinya, menurut Veronica, Hari Ibu bukan cuma cerita tentang dapur dan kasur. Ini adalah catatan panjang perjuangan untuk hak, martabat, dan kesetaraan kesempatan bagi perempuan di mana saja rumah, kantor, atau ruang publik.
Pandangan senada datang dari Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani), Nannie Hadi Tjahjanto. Baginya, kongres 1928 itu adalah titik balik. Saat perempuan Indonesia bangkit dan menyadari perannya sebagai subjek, bukan objek, dalam membangun bangsa.
“Hari Ibu ke-97 adalah momentum pengabdian bersama. Ketika perempuan Indonesia sehat, berdaya, dan bermartabat, bangsa ini akan melangkah pasti ke masa depan,”
Demikian penegasan Nannie, seperti dilaporkan kantor berita Antara di hari peringatan.
Jadi, lain kali kita ucapkan Selamat Hari Ibu, ingatlah. Di baliknya ada sejarah panjang, amat panjang, tentang keberanian dan tekad untuk setara.
Artikel Terkait
Lima Hadiah Bermakna untuk Ibu di Hari Spesialnya
Pohon Natal LEGO Raksasa 4,5 Meter Hiasi Liburan Keluarga di Bandung
Gaun Pengantin Rp 479 Juta Shin Min Ah Curi Sorotan di Pernikahan Mewah dengan Kim Woo Bin
Antisipasi Macet Natal 2025: Jurus Jitu Agar Perjalanan Tetap Nyaman