Langkah pertama dan mendasar adalah mendorong hadirnya regulasi atau undang-undang khusus. Aturan ini harus mengatur teknologi AI secara tegas, termasuk memberikan sanksi untuk penyalahgunaannya seperti dalam kasus deepfake.
2. Integrasi Prinsip GESI
Prinsip Kesetaraan Gender dan Inklusi Sosial (GESI) harus benar-benar dijiwai dalam setiap program keamanan digital. “Fokusnya pada perempuan, anak muda, dan kelompok yang terpinggirkan,” jelas Syamsul. Tanpa perspektif ini, program yang ada bisa jadi timpang.
3. Kampanye Literasi Digital
Di era di mana misinformasi menyebar bak virus, kampanye literasi digital menjadi senjata penting. Masyarakat perlu diedukasi untuk lebih kritis, sehingga bisa meminimalisir penyebaran konten palsu atau manipulatif yang merugikan.
4. Kolaborasi dengan Platform Teknologi
Perjuangan ini tidak bisa dilakukan sendirian. Kerja sama dengan platform teknologi mutlak diperlukan. “Kita bisa bekerja sama dengan platform teknologi untuk mengembangkan alat deteksi dan standar transparansi,” kata Syamsul. Tanggung jawab harus dibagi.
5. Dukungan Berpusat pada Korban
Terakhir, dan yang paling krusial, adalah mendukung kebijakan yang fokus pada korban. Perlu ada mekanisme pendukung yang memadai dan berpusat pada penyintas, khususnya bagi mereka yang menjadi korban kekerasan berbasis gender yang difasilitasi AI. Mereka butuh pemulihan, bukan justru disalahkan.
Artikel Terkait
Kekayaan Rp25 Miliar Bupati Aceh Selatan Jadi Sorotan di Tengah Polemik Umroh Saat Banjir
Virgo, Desember 2025: Saatnya Evaluasi dan Raih Momentum
Kate Middleton Bangkitkan Tiara Berusia Dua Abad di Jamuan Kenegaraan
HighTea HighEnd Magazine: Saat Hunian Premium Jadi Ajang Warisan dan Mocktail