Parameter itu mencakup peringkat kesehatan, rasio piutang bermasalah, dan tadi, rasio ekuitas terhadap modal disetor. Dua parameter pertama punya masa transisi tiga tahun. Sementara untuk rasio ekuitas, aturan lama mengharuskannya dipenuhi segera.
Namun begitu, realitanya tak semudah itu. Kondisi ekonomi yang lagi lesu membuat kemampuan bayar debitur ikut melemah. Imbasnya, rasio ekuitas terhadap modal disetor di banyak LKM pun ikut terpengaruh.
Di sisi lain, urusan permodalan bukan perkara yang bisa diselesaikan dalam semalam. Butuh waktu panjang. Apalagi dengan tantangan seperti akses pendanaan yang terbatas, kapasitas keuangan pemegang saham, dan sumber modal yang tak melimpah.
Melihat kendala di lapangan, OJK pun merasa perlu memberi tenggat waktu tambahan. Harapannya, LKM bisa memperkuat struktur modal mereka secara bertahap, lebih terukur. Perubahan aturan ini juga dimaksudkan agar penguatan kelembagaan berjalan seirama dengan kondisi industri dan ekonomi yang sedang dihadapi.
Pada akhirnya, OJK menekankan bahwa pengawasan lewat POJK 25/2025 ini tetap akan dilakukan. Proporsional dan adaptif terhadap dinamika industri, begitu kira-kira prinsipnya. Yang tak kalah penting, tata kelola dan perlindungan nasabah harus tetap jadi prioritas yang dijaga.
Artikel Terkait
Vonisi ASDP: Ketika Kriminalisasi Mengancam Logika Bisnis
Tapak PLTN Masih Diperebutkan, Bapeten Ungkap Dua Wilayah Unggulan
OJK Batasi Kuota Besar, Investor Kecil Dapat Porsi Lebih Besar di IPO
BTN Cetak Lonjakan Pendapatan Bunga 44%, Analis Soroti Momentum Baru