Di Gereja Katedral Jakarta pagi ini, suasana khidmat Misa Pontifikal memenuhi ruang. Dari mimbar, suara Uskup Agung Jakarta, Kardinal Suharyo, menggemakan keprihatinan yang dalam. Ia berbicara tentang sebuah paradoks yang menyedihkan: di hari Natal, saat terang firman dirayakan, justru banyak manusia memilih untuk berjalan dalam kegelapan.
Pilihan itulah, menurutnya, yang menggerogoti martabat kita. "Akibatnya apa?" tanya Suharyo, suaranya tegas.
"Manusia yang mestinya bermartabat luhur dan mulia, merendahkan martabatnya sendiri ketika manusia membiarkan hidupnya dipimpin oleh kegelapan. Buahnya kita semua tahu: moralitas kehidupan kian luntur dan merosot."
Kritiknya tak berhenti di situ. Kardinal lalu mengalihkan sorotan pada tiga persoalan akut yang diangkat Paus Fransiskus: ketidakadilan, penyembahan uang, dan tentu saja, korupsi.
Mengenai yang pertama, ia mengutip sang Paus dengan nada getir.
"Di dalam dunia dewasa ini betapa banyak luka yang ditanggung oleh orang-orang yang tidak mempunyai suara. Karena teriakan mereka diredam dan dibenamkan oleh sikap acuh tak acuh orang-orang yang berkuasa," ucap Suharyo, menyampaikan kutipan itu.
Artikel Terkait
Bank Sentral Jepang Siapkan Suku Bunga Lebih Tinggi, Era Pinjaman Murah Berakhir?
Kardinal Suharyo Serukan Pertobatan Ekologi dan Nasional di Tengah Keresahannya
Ayam Kodok: Warisan Kolonial yang Jadi Simbol Kebersamaan Natal
Motor Trail Berbalut Nostalgia: Tren Vintage Kembali Menjamur di Jalanan