Gelar Pahlawan Nasional Soeharto: Rekonsiliasi atau Polemik?

- Minggu, 09 November 2025 | 14:20 WIB
Gelar Pahlawan Nasional Soeharto: Rekonsiliasi atau Polemik?

Pendekatan yang didasari dendam sejarah, menurut Sahmin, hanya akan memperpanjang polarisasi yang seharusnya sudah berakhir sejak era reformasi. Dia menekankan pentingnya teladan dari para pemimpin yang mampu memelihara persaudaraan kebangsaan di atas perbedaan politik.

Sahmin menyoroti contoh-contoh positif dari tokoh-tokoh nasional seperti Gus Dur yang memulihkan kehormatan para tokoh yang sebelumnya dianggap lawan, Taufiq Kiemas yang memperjuangkan konsep Bhinneka Tunggal Ika, serta Presiden Prabowo yang menunjukkan kebesaran hati dengan merangkul semua pihak.

Makna Gelar Pahlawan Nasional

Gelar pahlawan nasional bagi Soeharto, menurut Sahmin, tidak harus dimaknai sebagai pembenaran atas semua kebijakan Orde Baru. Sebaliknya, ini merupakan pengakuan objektif terhadap jasa-jasanya dalam pembangunan bangsa.

"Rekonsiliasi bukan berarti melupakan masa lalu, tetapi menatap ke depan dengan kesadaran bahwa setiap pemimpin, termasuk Soeharto, punya kontribusi yang tak bisa dihapus begitu saja," tegas Sahmin.

Dia menambahkan bahwa bangsa yang matang adalah bangsa yang tidak menutup mata terhadap sejarah, tetapi memilih untuk mengakui jasa, mengoreksi kesalahan, lalu melangkah bersama tanpa dendam.

Momentum Kedewasaan Politik Bangsa

Sahmin menilai momentum ini seharusnya menjadi ajang bagi bangsa Indonesia untuk menunjukkan kedewasaan politik dan kebesaran hati. Dengan mengutip contoh rekonsiliasi yang telah dilakukan berbagai tokoh nasional, dia mengajak semua pihak untuk bisa berdamai dengan sejarah bangsa sendiri.

"Kalau Gus Dur bisa memaafkan masa lalu, kalau Prabowo bisa merangkul semua, kenapa kita tidak bisa berdamai dengan sejarah kita sendiri?" pungkas Sahmin.


Halaman:

Komentar