Selain itu, MK memiliki keterbatasan dalam mengadopsi kebutuhan hukum dan fakta sosial masyarakat. Faktor sosiologis, yuridis, dan filosofis yang biasanya terlembaga dalam proses legislasi, seringkali tidak terwakili secara memadai dalam putusan hakim konstitusi. Akibatnya, norma yang dibentuk MK kerap tidak sejalan dengan aspirasi parlemen sebagai representasi kedaulatan rakyat.
Alasan Kekosongan Hukum dalam Putusan MK
Landasan MK dalam membentuk norma baru seringkali didasarkan pada adanya kekosongan hukum, seperti yang ditegaskan dalam Putusan MK No. 102/PUU-VII/2009. Namun, hal ini memunculkan pertanyaan: apa bedanya dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) yang juga menggunakan alasan serupa? Apakah kerugian konstitusional pemohon membenarkan lembaga peradilan menciptakan norma sendiri?
Problem norma baru dan materi muatan dalam putusan MK masih menyisakan persoalan hukum yang mendalam. Untuk mencegah perdebatan lebih lanjut, MK disarankan mengedepankan prinsip judicial restraint atau pembatasan diri, agar kemurnian hukum yang dibentuk tidak mengganggu kedaulatan legislasi dan materi muatan norma itu sendiri.
Lalu Hartawan Mandala Putra. Advokat dan Mahasiswa Magister Hukum Kenegaraan Universitas Indonesia.
Artikel Terkait
Gas 3 Kg Dikurangi Hampir Setengah Kilogram, Direktur SPBE di Serang Diciduk Polisi
Prabowo: Saya Diketawain Bicara Soal Kekuatan Asing, Saya Tidak Peduli
Prabowo: Rp 6,6 Triliun Hanya Ujung Kecil dari Kebocoran Negara
Prabowo: Negara Bisa Kolaps Jika Darah Kekayaannya Terus Bocor