Namun begitu, festival ini tak melulu soal kegembiraan. Menjelang tengah malam pergantian tahun, suasana perlahan bergeser. Di antara sorak-sorai, ada momen hening yang sengaja dihadirkan. ASDP mengajak semua yang hadir untuk sejenak mengingat saudara-saudara di Sumatera Utara, Aceh, dan Sibolga yang sedang berjuang menghadapi bencana banjir dan longsor. Sebuah refleksi singkat bahwa tahun baru juga mesti diisi dengan empati.
Malam puncak pada 31 Desember dibuka dengan pemutaran video kaleidoskop perjalanan BHC. Lalu, suasana semakin khidmat.
Tausiah bertajuk 'Harapan Baru di Beranda Sumatera' disampaikan oleh KH Yani dengan nada khasnya, diiringi alunan merdu Kampoeng Nasyid Lampung. Pesannya sederhana, diselipkan canda, tapi menyentuh relung hati. Ajakan untuk menutup tahun dengan penuh syukur.
Ustaz Akri Patrio kemudian melanjutkan dengan wejangan spiritualnya, sebelum acara ditutup dengan doa bersama. Momen refleksi itu terasa hangat dan personal, jauh dari kesan kaku.
Sebagai bentuk kepedulian yang nyata, ASDP juga membuka Stand Donasi BHC sepanjang festival. Pengunjung diajak untuk berbagi, menyisihkan sedikit kebahagiaan mereka bagi mereka yang sedang terdampak. Sebuah aksi kecil yang memberi makna besar pada setiap perayaan.
Artikel Terkait
Gemerlap Bundaran HI dan Dua Miliar Rupiah untuk Korban Banjir Sumatera
Malam Penuh Makna di Bundaran HI: Sorak, Doa, dan DMasiv Tutup 2025
Kota Tua Meriah, Hujan Tak Halangi Ribuan Orang Sambut 2026 dengan Doa Lintas Agama
Gemerlap Malam Tahun Baru di HI, Donasi untuk Korban Bencana Tembus Rp 2,5 Miliar