Mereka pun mendesak Israel agar segera membatalkan keputusannya. Tak cuma itu, ekspansi permukiman lainnya juga harus dihentikan.
Di sisi lain, komitmen mereka terhadap solusi dua negara kembali ditegaskan. Mereka berharap tercipta perdamaian yang komprehensif, adil, dan langgeng. Visinya jelas: dua negara demokratis, Israel dan Palestina, hidup berdampingan dengan damai dan aman.
Latar belakang keputusan Israel ini sendiri cukup terang. Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich, secara terbuka mengumumkan persetujuan pembangunan itu. Motifnya pun blak-blakan: mencegah terbentuknya negara Palestina.
Fakta di lapangan memang kompleks. Sejak perang 1967, Israel menduduki Tepi Barat. Jika Yerusalem Timur tidak dihitung wilayah yang juga dianeksasi Israel di tahun yang sama lebih dari setengah juta warga Israel kini tinggal di sana. Mereka hidup berdampingan, meski kerap dalam ketegangan, dengan sekitar tiga juta penduduk Palestina.
Tekanan internasional terhadap ekspansi permukiman ini terus menguat. Awal bulan ini, PBB bahkan merilis data yang mencengangkan. Menurut mereka, perluasan permukiman Israel di Tepi Barat telah mencapai level tertinggi sejak 2017. Dan semua itu, ditegaskan PBB, ilegal menurut hukum internasional.
Artikel Terkait
Di Tengah Hujan, Paus Leo XIV Serukan Perdamaian untuk Gaza dan Dunia
Macet Parah 8 Kilometer Hantui Jalur Cipali di Hari Natal
Ragunan Buka Lebih Awal dan Tutup Lebih Sore Saat Libur Nataru
Jalan Raya Puncak Disetel Satu Arah, Fokus ke Arus Balik ke Jakarta