Gelombang penculikan belakangan ini, terutama yang menyasar ratusan pelajar, sudah sampai di telinga PBB. Lembaga dunia itu memperingatkan adanya "peningkatan penculikan massal" yang mengkhawatirkan. Puluhan orang lainnya juga dilaporkan hilang setelah diseret dari tempat-tempat ibadah dalam serangkaian penggerebekan terpisah.
Tekanan internasional pun menguat. Amerika Serikat, misalnya, mengkritik Nigeria dengan keras. Mereka bahkan mengancam akan turun tangan secara militer, menyebut adanya pembunuhan massal yang menargetkan umat Kristen.
Namun begitu, pemerintah Nigeria punya pandangan lain. Analis independen di dalam negeri juga menolak gambaran yang diberikan AS. Mereka berargumen bahwa konflik di Nigeria jauh lebih kompleks, melibatkan berbagai kelompok dan menelan korban dari beragam latar etnis dan agama.
Lantas, apa motif di balik semua penculikan ini? Sebagian besar, tentu saja, untuk uang tebusan. Krisis ini sudah berubah wujud. Menurut laporan terbaru dari SBM Intelligence, sebuah perusahaan konsultan, praktik ini telah "terkonsolidasi menjadi industri terstruktur yang berorientasi keuntungan".
Angkanya mencengangkan. Hanya dalam kurun setahun, dari Juli 2024 hingga Juni 2025, industri kriminal ini diperkirakan menghasilkan sekitar 1,66 juta dolar AS. Sebuah bisnis yang tragis, yang terus merenggut rasa aman rakyat Nigeria.
Artikel Terkait
Bintang Film Dewasa Bonnie Blue Dilaporkan ke Polisi Inggris karena Diduga Melecehkan Bendera Indonesia
CCTV Mati, Polisi Berburu Dalang Kematian Anak Politikus PKS
Sopir Muda Minim Pengalaman Diduga Picu Kecelakaan Maut di Exit Tol Krapyak
Warga Padarincang Beri Ultimatum: Turunkan Ekskavator Amfibi atau Kami Demo