"Cerita ini mengingatkan kita semua untuk tidak merusak alam, karena alam adalah sumber spiritual dan kehidupan itu sendiri," jelas Josafat. Ia menekankan bahwa pesan ini sangat relevan dengan kondisi zaman modern di mana eksploitasi alam seringkali dilakukan demi keuntungan materi.
Upaya Pelestarian di Tengah Tantangan Modernisasi
Josafat mengungkapkan keprihatinannya terhadap semakin memudarnya minat generasi muda terhadap seni Karungut. "Yang masih aktif melestarikan tradisi ini kebanyakan adalah generasi tua. Sangat disayangkan jika generasi muda justru menjadi asing dengan warisan budayanya sendiri," ujarnya.
Apresiasi tinggi datang dari salah satu penonton, Arifaldo, yang menyatakan kekagumannya atas pertunjukan tersebut. "Sebagai pencinta seni, saya sangat mendukung para seniman yang berusaha menghidupkan kembali budaya yang hampir terputus ini. Semoga generasi muda bisa lebih peduli dengan warisan leluhur," ungkapnya.
Pertunjukan "Bahing Pomollum" oleh Langkau Etnika Kalbar tidak hanya sekadar tontonan seni, tetapi merupakan sebuah pernyataan sikap dan upaya konkret dalam menjaga kelestarian sastra lisan Karungut. Karya ini sekaligus menjadi medium yang powerful untuk menyampaikan pesan tentang urgensi menjaga keseimbangan alam dan melestarikan warisan budaya Nusantara untuk generasi mendatang.
Artikel Terkait
Rajab: Saat Hati yang Retak Disambung Kembali oleh Al-Jabbar
Lisa Mariana Sedot Lemak Demi Eropa, Sindir Aura Kasih?
Dunia Budaya Berduka, Romo Mudji Sutrisno SJ Tutup Usia
Geger Grup Qasidah di Gereja: Pluralisme atau Ancaman Akidah?