Analisis Logika Hukum Kasus Roy Suryo: Rasionalitas Penyelidikan Ijazah Jokowi

- Minggu, 09 November 2025 | 12:50 WIB
Analisis Logika Hukum Kasus Roy Suryo: Rasionalitas Penyelidikan Ijazah Jokowi

Ketika Logika Hukum Dipinggirkan: Menimbang Rasionalitas Penyelidikan Kasus Roy Suryo

Dr. Al Ghozali Wulakada. S.H, M.H
Dosen Filsafat & Logika Hukum Universitas Slamet Riyadi Solo Jawa Tengah

Pentingnya Logika Hukum dalam Penyidikan Kasus Roy Suryo

Kasus penetapan Roy Suryo, Rismon, dan Tifa sebagai tersangka dalam dugaan penyebaran informasi palsu soal ijazah Presiden Joko Widodo dari Fakultas Kehutanan UGM membuka persoalan mendasar tentang cara berpikir hukum dijalankan aparat penyidik. Penyidikan bukan hanya soal prosedur administratif, tetapi tentang kebenaran dan kesesuaian langkah penyidik dengan logika hukum. Ketika penyidik mengambil kesimpulan tanpa dasar bukti kuat atau tanpa mempertimbangkan rasionalitas setiap unsur hukum, hasilnya bisa menyesatkan. Persoalan ini perlu dilihat dari sudut filsafat logika hukum agar penyidik dan masyarakat menyadari bahwa tindakan benar hanya bisa lahir dari cara berpikir yang benar.

Dasar Filosofis Logika Hukum Menurut Para Ahli

Dalam filsafat logika hukum, setiap keputusan hukum harus mengikuti alur berpikir masuk akal. Ada norma hukum sebagai dasar (premis mayor), fakta yang benar (premis minor), lalu dari keduanya lahir kesimpulan (putusan atau tindakan hukum). Jika salah satu premis keliru, hasilnya pasti salah. Hans Kelsen menegaskan bahwa keabsahan hukum ditentukan oleh norma, bukan semata oleh fakta. Namun H.L.A. Hart mengingatkan, hukum tanpa kebenaran faktual akan kehilangan kepercayaan publik. Logika hukum menuntut kesesuaian antara aturan dan kenyataan. Jika penyelidikan tidak dibangun di atas fakta yang bisa diuji, hukum kehilangan pijakan rasional dan moral di hadapan masyarakat.

Tiga Kelemahan Mendasar dalam Penyelidikan Kasus Ijazah

1. Kelemahan Substansi Fakta

Penyelidikan terhadap ijazah seharusnya dimulai dari bukti nyata: daftar mahasiswa, data forensik komputer, dan keabsahan dokumen akademik. Jika hal-hal ini tidak diperiksa secara terbuka, lalu polisi langsung menyimpulkan ijazah asli, berarti dasar faktualnya belum jelas. Polisi memang punya wewenang menyelidiki pidana, tapi tidak punya kewenangan menilai keaslian dokumen akademik yang merupakan produk tata usaha negara. Dari sisi logika, langkah ini sudah salah arah sejak awal.


Halaman:

Komentar