2. Kelemahan Cara Memperoleh Kebenaran
Penyelidikan semestinya didasarkan pada pembenaran rasional dan bukti yang bisa diuji. Jika klaim "ijazah asli" hanya berdasar keterangan sepihak tanpa pengujian forensik atau audit independen, maka itu bukan kebenaran, tapi keyakinan yang dipaksakan. Menurut Karl Popper, klaim yang tidak bisa diuji "salah" juga tidak bisa disebut "benar" secara ilmiah. Penyelidikan semacam ini lebih dekat dengan dogma daripada proses penegakan hukum yang rasional.
3. Kelemahan Tujuan Hukum
Hukum seharusnya menjaga kebaikan bersama (bonum commune). Ketika warga mempertanyakan keaslian ijazah pejabat publik, itu bukan bentuk fitnah, melainkan kontrol moral agar jabatan dijalankan dengan jujur. Lon L. Fuller mengingatkan, hukum yang tidak terbuka dan tidak sesuai antara tindakan pejabat dan aturan yang dinyatakannya adalah hukum yang kehilangan moralitasnya. Memproses kritik warga tanpa membuka kebenaran dokumen publik justru bertentangan dengan nilai dasar hukum itu sendiri.
Kesimpulan Hukum yang Tidak Logis dan Dampaknya
Dari perspektif logika hukum, penetapan tersangka seharusnya mengikuti alur sederhana: norma yang berlaku, fakta yang sah, baru kemudian kesimpulan hukum. Dalam kasus Roy Suryo, norma yang digunakan adalah pasal tentang pencemaran nama baik, tetapi fakta dasar yaitu keaslian ijazah belum pernah diuji di lembaga berwenang. Kesimpulan penyidik menetapkan Roy Suryo, Rismon, dan Tifa sebagai tersangka menjadi tidak logis. Dalam istilah logika, ini disebut non-sequitur, yakni kesimpulan yang tidak mengikuti premis. Akibatnya, hasil penyelidikan kehilangan kebenaran rasional dan justru menimbulkan ketidakadilan baru.
Tanggung Jawab Penegak Hukum dalam Menjaga Rasionalitas
Sebagai penegak hukum, penyidik punya tanggung jawab besar bukan hanya menegakkan aturan, tetapi juga menjaga rasionalitas dalam berpikir. Filsafat logika hukum mengajarkan bahwa kebenaran hukum tidak cukup hanya sah secara prosedural, tetapi juga harus benar secara rasional dan moral. Jika penyidik mengambil keputusan tanpa dasar bukti jelas dan logika tepat, maka hukum berubah menjadi alat kekuasaan, bukan alat keadilan. Aparat penegak hukum perlu kembali pada kesadaran logika yang benar: berpikir dengan jernih sebelum bertindak, menimbang dengan bukti sebelum menuduh, dan memastikan setiap keputusan lahir dari kebenaran yang bisa dipertanggungjawabkan, baik di mata hukum maupun nurani.
Artikel Terkait
28 Hari Menyisir Lumpur, PDIP Aceh Bawa Bantuan ke Pelosok Terisolir
Gemerlap Lampu Natal Menyulap Bundaran HI Jadi Destinasi Malam Warga Jakarta
Kapolda Lampung Turun Langsung Pantau Kesiapan Arus Mudik di Bakauheni
Gus Yahya Ungkap Upaya Islah dengan Rais Aam PBNU Belum Berjawab