Menanggapi pernyataan Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri, yang menolak wacana tersebut karena pengalaman masa lalu keluarganya, Arwan menyampaikan empati. Namun, dia juga mengingatkan pentingnya sikap kenegarawanan.
"Saya menghormati Ibu Megawati sebagai tokoh bangsa dan saksi sejarah. Namun, seorang negarawan harus mampu menempatkan pengalaman pribadi dalam bingkai kepentingan yang lebih besar, yakni persatuan bangsa dan penghargaan terhadap seluruh tokoh yang telah berjasa," jelas Arwan.
Jangan Wariskan Dendam Sejarah ke Generasi Berikutnya
Arwan menilai bahwa perbedaan pandangan tentang sejarah adalah hal yang wajar dalam kehidupan berbangsa. Namun, yang berbahaya adalah ketika perbedaan itu diwariskan sebagai dendam kepada generasi berikutnya.
"Kami tidak boleh mewariskan luka, tetapi kebesaran hati. Anak-anak bangsa harus belajar menghargai semua pemimpin, baik Soekarno, Soeharto, maupun yang lain, karena mereka semua bagian dari perjalanan kita menuju kemerdekaan yang sesungguhnya," tegasnya.
Dia menegaskan bahwa pemberian gelar pahlawan nasional bukanlah soal politik atau popularitas, melainkan keputusan negara yang berdasar pada pengabdian dan jasa nyata bagi rakyat.
"Kalau kita bisa menghargai jasa setiap pemimpin tanpa kehilangan daya kritis, itulah tanda bangsa yang matang dan beradab," pungkas Arwan.
Artikel Terkait
Anggur Hijau Beracun Sianida Ditemukan di Program MBG, Komisi IV DPR Soroti Pengawasan Impor
Ledakan SMAN 72 Jakarta: Korban Tembus 96 Orang, Puluhan Masih Dirawat
10 Alasan Rachmat Gobel Dukung Soeharto Jadi Pahlawan Nasional
KPK OTT Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko: Dugaan Korupsi Mutasi Jabatan dan Uang yang Disita