Di sektor sosial, kebijakan pembangunannya seperti program Sekolah Dasar Inpres dan Puskesmas berhasil memperluas akses pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat. Soeharto juga dikenal sebagai motor penggerak kemajuan industri strategis nasional, seperti IPTN (sekarang PTDI) dan PAL.
Menyikapi Kebijakan Keras Orde Baru
Terkait kebijakan keras di masa Orde Baru, seperti penembakan misterius (Petrus), Abdul Haris mengajak masyarakat untuk menilainya dalam konteks zaman dan tantangan yang dihadapi saat itu. Membangun ekonomi memerlukan kestabilan politik dan keamanan. Tanpa stabilitas, investor tidak akan datang. Kebijakan keras tersebut lahir dari situasi darurat nasional.
Momen Rekonsiliasi Nasional
Abdul Haris menyerukan agar para elite dan generasi bangsa meneladani kebesaran jiwa para tokoh terdahulu. Peringatan Hari Pahlawan dan pemberian gelar Pahlawan Nasional sebaiknya menjadi momen rekonsiliasi nasional, bukan arena dendam. Bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu memaafkan tanpa melupakan sejarah.
Ia mencontohkan sikap Buya Hamka yang, meski pernah dipenjara oleh Presiden Soekarno, tetap menjadi imam salat jenazah bagi Sang Proklamator saat wafat. Bahkan, dalam masa tahanannya, Buya Hamka menulis karya besar Tafsir Al-Azhar, menunjukkan keikhlasan dan kedewasaan spiritual.
Setiap Pemimpin Memiliki Bab Sejarahnya Masing-Masing
Setiap presiden, tegas Abdul Haris, memiliki jasa dan kekeliruan masing-masing. Namun, semuanya telah berperan dalam menjaga keberlanjutan negara. Mengakui jasa mereka bukan berarti meniadakan kritik, melainkan menegaskan kematangan bangsa dalam menghargai perjalanan sejarahnya sendiri.
Artikel Terkait
Gelar Pahlawan untuk Soeharto: Akademisi IAIN Ternate Soroti Pentingnya Kedewasaan Bangsa
Rizal Galih Raih IPK 4.00 di S2 UGM Cuma 22 Bulan, Ini Kunci Suksesnya
Bupati Ponorogo Ditangkap KPK: Kronologi OTT Suap Mutasi Jabatan dan Proyek RSUD
Usman Hamid Tolak Soeharto Jadi Pahlawan Nasional: Dampak dan Kontroversi