ASDP Cetak Laba Rp637 Miliar, Kok Direksinya Dituntut 8,5 Tahun Penjara?

- Sabtu, 08 November 2025 | 12:00 WIB
ASDP Cetak Laba Rp637 Miliar, Kok Direksinya Dituntut 8,5 Tahun Penjara?

Semua pencapaian ini terjadi setelah akuisisi PT Jembatan Nusantara yang kini didakwa sebagai tindak korupsi. Pertanyaan kritis muncul: jika akuisisi tersebut benar-benar merugikan negara sebesar Rp1,25 triliun, bagaimana mungkin perusahaan justru mencetak laba tertinggi dalam sejarahnya?

Dampak Sistemik dan Chilling Effect bagi BUMN

Kasus ASDP menciptakan efek jera (chilling effect) yang mengkhawatirkan bagi dunia BUMN Indonesia. Dr. Fithra Faisal Hastiadi dari FEB UI menyoroti bahwa ketika ASDP sudah mengikuti prinsip Good Corporate Governance yang ketat namun masih dituduh koruptif, hal ini menciptakan ketidakkonsistenan dalam kebijakan.

Pesan yang diterima para profesional di BUMN menjadi jelas: hindari mengambil risiko, jangan berinovasi terlalu jauh, dan tetaplah pada zona aman. Setiap langkah transformasi besar berpotensi dianggap mencurigakan dan berisiko berujung pada jerat hukum.

Perbandingan dengan Praktik Bisnis Internasional

Di negara-negara dengan iklim bisnis yang maju, akuisisi strategis justru didukung sebagai bagian dari transformasi perusahaan. Di Korea Selatan, ketika Hyundai Merchant Marine mengakuisisi kompetitor yang bangkrut untuk bangkit dari krisis, pemerintah memberikan dukungan penuh termasuk restrukturisasi utang. Di Jepang, ekspansi agresif Nippon Yusen melalui akuisisi dievaluasi berdasarkan hasil bisnisnya, bukan langsung dicurigai sebagai korupsi.

Proses Hukum dan Pleidoi Terdakwa

Pada 6 November 2025, mantan Dirut ASDP membacakan nota pembelaannya dengan penuh emosi. Dalam pleidoinya, ia menyoroti beberapa poin kritis: Perhitungan kerugian yang tidak melibatkan lembaga audit resmi. Penilaian 53 kapal PT JN dengan gross tonnage 99.000 ton hanya seharga Rp19 miliar per unit - setara dengan harga kapal feri kecil tua. Akuisisi yang justru menguntungkan karena ASDP mendapatkan 53 kapal dengan izin operasi lengkap di saat pemerintah melakukan moratorium penerbitan izin baru.

Implikasi bagi Masa Depan BUMN Indonesia

Kasus ASDP menciptakan paradoks berbahaya bagi BUMN Indonesia. Di satu sisi, BUMN didorong untuk bertransformasi dan meningkatkan kinerja. Di sisi lain, setiap langkah transformasi yang berisiko berpotensi dijerat hukum. Situasi ini membuat para profesional terbaik berpikir ulang untuk memimpin BUMN, karena di sektor swasta mereka bisa berinovasi dengan lebih tenang.

Putusan hakim dalam kasus ASDP akan menjadi penentu arah masa depan profesionalisme di BUMN Indonesia. Apakah sistem peradilan mampu membedakan antara korupsi sungguhan dengan business judgment yang berisiko? Ataukah kesuksesan bisnis justru menjadi bumerang yang berbahaya bagi para profesional BUMN?


Halaman:

Komentar