Paradoks Sistem Pendidikan Indonesia
Mantan Menteri Pendidikan ini menggambarkan paradoks sistem pendidikan nasional: "Anaknya abad 21, gurunya abad 20, sekolahnya abad 19." Ia mencontohkan ruang kelas yang masih menerapkan format klasikal konvensional, tidak mendukung kolaborasi yang menjadi kunci keterampilan abad 21. Anies juga mengkritik sekolah yang melarang penggunaan AI, padahal seharusnya diajarkan cara penggunaan yang benar.
Pendidikan Karakter yang Komprehensif
Menurut Anies, pendidikan karakter di Indonesia terlalu fokus pada aspek moral seperti jujur dan sopan, mengabaikan karakter kinerja seperti rajin, disiplin, dan tuntas. "Kita tidak ingin jujur tapi malas, tapi kita juga tidak ingin rajin kerja keras tapi culas," jelasnya. Ia menekankan bahwa guru harus menjadi "pembelajar" (learners), bukan sekadar pengajar.
Pendidikan sebagai Investasi Jangka Panjang
Anies menegaskan bahwa pendidikan harus dipandang sebagai investasi jangka panjang, bukan proyek politik. Hasil pendidikan membutuhkan waktu generasi untuk terlihat, tidak bisa dipaksakan dalam satu periode pemerintahan. "Investnya hari ini, banyak hasilnya nanti," ujarnya, menyoroti ketegangan antara perencanaan jangka panjang dengan keinginan politik jangka pendek.
Kritik Anies Baswedan ini menjadi bahan refleksi penting bagi perbaikan sistem pendidikan Indonesia, terutama dalam menyongsong target Sustainable Development Goals (SDGs) dan membangun generasi emas Indonesia di masa depan.
Artikel Terkait
Prabowo di KTT ASEAN-Jepang: Kunci Kerja Sama yang Bikin Kawasan Makin Solid
Ella McCay: 5 Alasan Film Politik Ini Bisa Bikin Hidupmu Lebih Balance
Pakistan-Saudi Teken Pakta Rahasia: Akankah Senjata Nuklir Pakistan Buka Perang Baru di Timur Tengah?
Runtuh! Perusahaan Baja Israel Kolaps Usai Embargo Turki, Utangnya Tembus Rp 500 Miliar