MURIANETWORK.COM - Sejumlah lansia mendatangi kantor bank di Depok dengan wajah cemas dan panik. Mereka diketahui melakukan transaksi tunai karena takut rekening diblokir oleh PPATK.
Kejadian ini berawal dari seorang nasabah lanjut usia berinisial L yang datang pagi-pagi ke bank. Ia mengaku ingin menarik uang meski sebenarnya tidak dalam kondisi mendesak.
Menurut seorang teller berinisial E (22), L mengatakan bahwa transaksi dilakukan hanya agar rekeningnya tidak dinyatakan pasif oleh PPATK. Informasi itu didapat dari kabar berantai yang beredar di lingkungannya.
“Beliau bilang, ini transaksi dilakukan supaya rekeningnya enggak diblokir. Bukan karena butuh uang, tapi karena dengar-dengar dari ibu-ibu komplek katanya rekening bisa ditutup kalau enggak dipakai,” kata E, Kamis (31/7/2025).
Fenomena serupa ternyata terjadi sejak pagi di berbagai cabang bank lainnya. Beberapa nasabah lansia datang hanya untuk melakukan transaksi kecil tanpa kebutuhan finansial nyata.
“Ibu L cerita, ibu-ibu di sekitar rumahnya hari ini juga ramai-ramai transaksi, bukan buat kebutuhan penting, tapi buat jaga-jaga biar enggak diblokir. Padahal uangnya itu ditabung,” ujar Ebby.
Keresahan para nasabah muncul karena belum memahami kebijakan PPATK soal rekening tidak aktif. Banyak yang menganggap simpanan mereka dalam bahaya jika tidak sering digunakan.
“Kalau dari sudut pandangku sih, merugikan rakyat. Misalnya nasabah memang niatnya menabung, enggak buat transaksi, ya duitnya bisa dianggap ‘hilang’ fungsinya,” tutur dia.
Ternyata, fenomena ini bukan hanya terjadi di Depok, tapi juga di Jakarta Barat. Seorang teller berinisial L (25) menyampaikan bahwa sejak aturan PPATK keluar, nasabah lansia semakin sering datang ke bank.
Ia menyebutkan banyak nasabah berusia di atas 50 tahun datang dengan wajah bingung dan bertanya-tanya. Mereka mengaku tidak tahu apa penyebab rekening mereka dibekukan.
"Mereka enggak ngerti kenapa tiba-tiba rekeningnya dibekukan, padahal cuma dipakai buat nabung, atau terima transfer dari anaknya tiap beberapa bulan,” ujar L.
Kebanyakan dari mereka datang dengan niat baik untuk menjaga rekening tetap aktif. Namun, ketidaktahuan soal teknis pemblokiran membuat mereka khawatir.
L juga mengungkapkan bahwa para lansia tidak marah, melainkan terlihat bingung dan kecewa. Mereka mempertanyakan mengapa tidak ada pemberitahuan sebelumnya.
“Mereka tanya, ini rekening saya sendiri, kenapa saya enggak bebas mau transaksi atau enggak,” ucap dia.
Banyak masyarakat belum mengetahui bahwa PPATK dapat membekukan rekening dormant. Rekening akan dianggap tidak aktif bila tak ada transaksi dalam jangka waktu tertentu.
Masalah ini menimbulkan dilema karena sebagian besar lansia menyimpan uang untuk tabungan jangka panjang. Mereka tidak berniat sering menarik atau mengirim uang.
Edukasi finansial menjadi kebutuhan mendesak bagi para nasabah usia lanjut. Tanpa pemahaman yang cukup, informasi yang salah bisa menimbulkan kepanikan massal.
Bank pun diharapkan dapat memberikan sosialisasi terkait status rekening dormant. Hal ini penting untuk mencegah kesalahpahaman dan kekhawatiran berlebihan.
Banyak warga mengandalkan informasi dari lingkungan sekitar dibandingkan penjelasan resmi. Inilah yang menyebabkan rumor soal pemblokiran menjadi cepat menyebar.
Peristiwa ini menggambarkan pentingnya literasi keuangan, khususnya di kalangan lansia. Apalagi, banyak dari mereka adalah pensiunan yang hidup dari simpanan.
Bank-bank diminta untuk lebih proaktif memberikan informasi ke nasabah. Misalnya dengan notifikasi melalui SMS atau media sosial resmi.
Kebijakan PPATK yang bertujuan menertibkan transaksi keuangan harus dibarengi edukasi publik. Jika tidak, kebijakan tersebut bisa malah menimbulkan kepanikan.
Sebagian besar nasabah lansia menganggap uang di rekening adalah tabungan terakhir. Ketika saldo dibekukan tanpa pemberitahuan, tentu hal ini bisa mengganggu psikologis mereka.
Peran teller sebagai garda depan bank menjadi sangat penting dalam menjelaskan situasi. Namun, tak semua teller punya cukup waktu menjelaskan hal teknis kepada tiap nasabah.
Masalah ini bisa diantisipasi jika PPATK dan pihak bank bekerja sama memberikan informasi yang mudah dipahami. Sosialisasi yang masif akan membantu menghindari misinformasi.
Masyarakat juga diimbau untuk tidak langsung mempercayai kabar dari grup WhatsApp atau lingkungan sekitar. Penting untuk melakukan klarifikasi ke sumber resmi.
Kejadian ini menjadi cermin rendahnya literasi keuangan di Indonesia. Banyak orang masih belum memahami hak dan aturan seputar rekening bank pribadi mereka.
Penting bagi keluarga untuk ikut membantu orang tua memahami penggunaan rekening. Terutama jika mereka jarang menggunakan fasilitas digital banking.
Rekening yang tidak digunakan memang bisa dibekukan jika memenuhi syarat tertentu. Namun, ada prosedur dan peringatan yang seharusnya diterima nasabah terlebih dahulu.
Untuk menghindari masalah, nasabah disarankan melakukan transaksi ringan secara berkala. Minimal setahun sekali, agar rekening tetap aktif dan terhindar dari pemblokiran.
Bank Indonesia juga diharapkan memberi regulasi tambahan agar nasabah tidak dirugikan. Apalagi yang terkena dampaknya adalah golongan lanjut usia.
Fenomena ini menunjukkan betapa pentingnya komunikasi antara bank dan nasabah. Jika tidak, maka ketakutan dan kesalahpahaman akan terus terjadi.***
Sumber: pojokbaca
Artikel Terkait
Reaksi Keras Mahfud Sikapi Pemblokiran Rekening oleh PPATK: Jahat Itu, Bisa Digugat ke Pengadilan
Amnesti Hasto, Tiket Emas PDIP ke Kabinet, Awal Keretakan Prabowo - Jokowi
Cuma Dipenjara Tak Bikin Jera, Eks Bos PPATK Ungkap 5 Jurus Ampuh Miskinkan Koruptor
Ngamuk di Ruang Sidang, Nikita Mirzani Terancam Bui dan Denda Puluhan Juta?