Patung Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Kabupaten Karo, Sumatera Utara,
menjadi sorotan publik karena dinilai tidak mirip dengan wajah asli mantan
presiden tersebut. Pengamat hukum dan politik, Damai Hari Lubis, menyoroti
kemungkinan kesalahan teknis dalam pembuatan patung ini. “Mungkin gambar
percontohan yang digunakan seniman Tanah Karo keliru, atau justru arsiteknya
yang salah menangkap esensi wajah Jokowi,” ujarnya pada 23 Juni 2025. Ia
menambahkan bahwa patung ini, meski memiliki kemiripan sepintas, lebih
mengesankan aura supranatural yang kuat, seolah menyimpan makna di luar
logika biasa. Patung setinggi 7,5 meter yang dinamakan “Juma Jokowi” ini
berdiri di Desa Kutambelin, Kecamatan Tigapanah, sebagai simbol terima kasih
masyarakat atas pembangunan jalan sepanjang 37 kilometer di wilayah Liang
Melas Datas (LMD).
Pembangunan patung ini dibiayai melalui swadaya masyarakat dengan total dana
Rp 2,5 miliar, termasuk sumbangan Rp 500 juta dari Gubernur Sumatera Utara,
Bobby Nasution. Namun, kontroversi muncul ketika sebagian masyarakat
mengaitkan ketidakmiripan wajah patung dengan kondisi kesehatan Jokowi yang
belakangan dikabarkan mengalami alergi dengan gejala gatal-gatal. “Anehnya,
patung ini justru terlihat mirip wajah Pak Jokowi saat sakit. Entah
kebetulan atau ada makna lain,” tutur Damai Hari Lubis pada 23 Juni 2025.
Fenomena ini memicu spekulasi bahwa patung tersebut memiliki dimensi magis,
terutama karena Tanah Karo dikenal kuat memegang tradisi animisme meskipun
mayoritas penduduknya kini beragama Kristen dan Islam.
Kontroversi Wajah Patung dan Dugaan Kesalahan Teknis
Patung Jokowi di Tanah Karo menjadi perbincangan hangat karena dianggap
gagal menangkap karakter wajah presiden yang dikenal dengan ekspresi kalem
namun tegas. Menurut Damai Hari Lubis, masalah ini bisa berasal dari
kesalahan teknis dalam proses pembuatan. “Gambar referensi yang digunakan
seniman mungkin tidak akurat, atau arsiteknya kurang cermat dalam
menerjemahkan wajah Jokowi ke dalam bentuk patung,” jelasnya pada 23 Juni
2025. Ia menegaskan bahwa ketidaksesuaian ini bukan hanya soal estetika,
tetapi juga memicu persepsi yang lebih dalam di kalangan masyarakat.
Namun, seniman lokal yang mengerjakan patung, Joni Tarigan, membantah adanya
kekeliruan. “Kami menggunakan foto resmi Jokowi sebagai acuan. Prosesnya
melibatkan puluhan pekerja lokal dan memakan waktu berbulan-bulan,” tegasnya
pada 22 Mei 2025. Joni menjelaskan bahwa patung berbahan tembaga ini
dirancang dengan penuh ketelitian untuk menghormati jasa Jokowi dalam
pembangunan infrastruktur di wilayah mereka. Meski begitu, ia mengakui bahwa
seni bersifat subjektif. “Jika ada yang bilang tidak mirip, itu soal
persepsi masing-masing,” tambahnya.
Kepala Desa Kutambelin, Sada Ginting, juga membela proyek ini. “Patung ini
adalah wujud rasa syukur kami atas jalan 37 kilometer yang dibangun Pak
Jokowi. Mirip atau tidak, ini simbol penghargaan kami,” ujarnya pada 16 Mei
2025. Ia menekankan bahwa pembangunan jalan tersebut telah mengubah
kehidupan masyarakat, memudahkan akses ke pasar dan fasilitas umum, serta
meningkatkan perekonomian lokal.
Kontroversi ini semakin menarik perhatian ketika wajah patung dikaitkan
dengan kondisi kesehatan Jokowi. Damai Hari Lubis mencatat bahwa setelah
kabar alergi Jokowi tersebar, banyak yang melihat kemiripan patung dengan
wajahnya saat sedang sakit. “Ini bisa jadi kebetulan, tapi bagi sebagian
orang, kemiripan ini seperti cerminan supranatural,” ucapnya pada 23 Juni
2025.
Makna Supranatural dan Tradisi Animisme Karo
Tanah Karo, yang terletak di Provinsi Sumatera Utara, dikenal sebagai
wilayah dengan warisan budaya yang kaya. Meskipun mayoritas penduduknya kini
beragama Kristen dan Islam, tradisi animisme leluhur masih kuat dipegang
oleh sebagian masyarakat yang menyebut diri mereka Orang Karo atau Batak
Karo. Dalam kepercayaan ini, benda seperti patung dapat dianggap memiliki
jiwa atau kekuatan spiritual. “Patung Jokowi mungkin tidak hanya sekadar
karya seni, tapi juga medium yang membawa makna supranatural,” tutur tokoh
adat Karo, Mbelin Ginting, pada 20 Mei 2025.
Damai Hari Lubis menawarkan perspektif psikologis terhadap fenomena ini.
“Dalam kejiwaan, pemikiran magis bisa membuat seseorang percaya bahwa sebuah
benda atau tindakan memiliki pengaruh supranatural. Ini yang mungkin terjadi
dengan persepsi masyarakat terhadap patung ini,” jelasnya pada 23 Juni 2025.
Ia menambahkan bahwa kemiripan patung dengan wajah Jokowi yang sedang sakit
memperkuat keyakinan ini, meskipun secara logis bisa dijelaskan sebagai
kebetulan atau interpretasi subjektif.
Namun, tidak semua warga setuju dengan pandangan mistis. “Saya rasa ini soal
seni, bukan urusan supranatural. Seniman mungkin ingin memberikan
interpretasi unik,” ucap Daniel Surbakti, seorang guru di Kecamatan
Tigapanah, pada 19 Mei 2025. Ia menilai bahwa patung ini tetap menjadi
kebanggaan masyarakat Karo, terlepas dari kontroversi yang muncul.
Mbelin Ginting menambahkan bahwa dalam tradisi Karo, pembuatan patung tokoh
penting sering diiringi ritual untuk memastikan kehadiran roh yang baik.
“Saya tidak tahu apakah ritual dilakukan untuk patung ini, tapi jika iya,
itu bisa menjelaskan mengapa patung ini terasa ‘berbeda’ bagi sebagian
orang,” ujarnya pada 20 Mei 2025.
Dana Swadaya dan Dampak Sosial Patung
Pembangunan patung Jokowi sepenuhnya dibiayai oleh swadaya masyarakat,
dengan total dana Rp 2,5 miliar. Dana ini berasal dari sumbangan warga enam
desa dan tiga dusun di wilayah LMD, ditambah Rp 500 juta dari Bobby
Nasution. “Kami ingin menunjukkan bahwa rakyat Karo bisa bersatu untuk
menghormati pemimpin yang telah berjasa,” tegas Sada Ginting pada 16 Mei
2025. Ia menjelaskan bahwa pembangunan jalan 37 kilometer telah memudahkan
akses ke pasar, sekolah, dan rumah sakit, sehingga patung ini menjadi simbol
rasa syukur yang mendalam.
Meski demikian, penggunaan dana sebesar itu menuai pro dan kontra. Sebagian
warga menilai dana tersebut lebih bermanfaat untuk kebutuhan lain, seperti
pendidikan atau kesehatan. “Patung ini bagus, tapi kalau uangnya dipakai
untuk beasiswa atau fasilitas umum, mungkin dampaknya lebih besar,” tutur
aktivis lokal, Sari Br Ginting, pada 21 Mei 2025.
Pemerintah daerah menegaskan bahwa tidak ada anggaran publik yang digunakan.
“Ini murni inisiatif masyarakat. Pemerintah hanya memfasilitasi peresmian,”
jelas juru bicara Pemprov Sumatera Utara, Ahmad Zulfikar, pada 18 Mei 2025.
Patung ini juga telah menjadi daya tarik wisata baru di Desa Kutambelin,
Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Tidak ada tiket masuk,
tetapi pengunjung disarankan menyumbang untuk pemeliharaan. “Setiap akhir
pekan, banyak wisatawan datang berfoto. Ini membantu pedagang lokal,” ucap
Lina Tarigan, pedagang suvenir, pada 19 Mei 2025.
Damai Hari Lubis menilai bahwa kontroversi ini mencerminkan dinamika sosial
yang kompleks. “Patung ini tidak hanya soal seni, tapi juga tentang
bagaimana masyarakat memaknai kepemimpinan dan budaya mereka. Mirip atau
tidak, patung ini telah membuka diskusi yang menarik,” ujarnya pada 23 Juni
2025.
Persepsi Publik dan Warisan Budaya
Kontroversi patung Jokowi juga ramai dibahas di media sosial, dengan
pandangan yang beragam. Sebagian memuji inisiatif masyarakat Karo, sementara
yang lain mengkritiknya sebagai bentuk “kultus individu”. “Patung ini
menunjukkan cinta rakyat kepada Jokowi, tapi seharusnya fokusnya pada karya
nyata, bukan simbol,” tulis pengguna media sosial, @KaroBersatu, pada 6
November 2023.
Bagi masyarakat Karo, patung ini bukan sekadar monumen, tetapi juga
representasi identitas budaya dan solidaritas mereka. “Kami bangga bisa
membangun ini tanpa bantuan pemerintah. Ini bukti kekuatan komunitas kami,”
tegas Sada Ginting pada 16 Mei 2025. Patung ini juga meningkatkan kunjungan
wisata, memberikan dampak ekonomi bagi pedagang lokal di sekitar lokasi.
Damai Hari Lubis menutup pandangannya dengan nada reflektif. “Apakah patung
ini benar-benar tidak mirip, atau kita yang terlalu terpaku pada ekspektasi?
Yang jelas, patung ini telah menjadi cermin budaya, seni, dan persepsi
masyarakat Karo,” ujarnya pada 23 Juni 2025. Dengan segala kontroversinya,
patung Jokowi di Tanah Karo tetap berdiri sebagai simbol yang kaya makna,
mengundang kita untuk melihat lebih dalam tentang seni, budaya, dan hubungan
manusia dengan pemimpinnya.
Sudah mirip belum...🤔 pic.twitter.com/13Pnz5KXpf
— ¥@N'$ (@yaniarsim) June 23, 2025
Sumber:
pikiran-rakyat
Foto: Joko WIdodo/Net
Artikel Terkait
Poltekkes Bekali Kader Posyandu dengan Pengetahuan PMBA di Kota Solok
Dituduh Berbuat Asusila, Mahasiswa di Surabaya Diperas Oknum Polisi, Dimintai Rp10 Juta
Gus Yahya Ungkap PBNU Diamanahkan Kelola Dapur MBG di 1.000 Titik
Gus Yahya Ungkap PBNU Diamanahkan Kelola Dapur MBG di 1.000 Titik