Di tengah hiruk-pikuk pembahasan anggaran, program Makan Bergizi Gratis (MBG) justru menyisakan sederet persoalan yang pelik. Ubaid Matraji, Koordinator Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), tak sungkan menyorotinya. Baginya, masalah dana adalah titik pangkal segala kerumitan itu.
Angkanya cukup mencengangkan. Dari total anggaran pendidikan tahun 2026 yang mencapai Rp 769,1 triliun, program MBG menyerap tidak tanggung-tanggung: Rp 223 triliun. Padahal, jika dilihat dari total anggaran MBG sendiri yang Rp 335 triliun, porsi dari sektor pendidikan ini nyaris 70 persen. Sisanya, berasal dari sektor kesehatan dan ekonomi dengan jumlah yang jauh lebih kecil.
"Gimana ceritanya anggaran makan-makan sumber dananya hampir 70 persen ngerampok dari anggaran pendidikan," ujar Ubaid dengan nada prihatin.
Pernyataannya itu disampaikan dalam diskusi Catatan Akhir Tahun Rapor Pendidikan 2025, yang digelar JPPI di sebuah kafe di kawasan Menteng, Jakarta, Selasa lalu.
Bukan Cuma Soal Anggaran
Namun begitu, masalahnya tak berhenti di situ. Ubaid dan timnya menemukan praktik-praktik yang menggelitik. Ada sekolah, misalnya, yang memungut biaya tambahan untuk setiap paket MBG yang masuk. "Kalau MBG mau masuk ke sekolah saya, satu anak seribu," katanya menirukan laporan yang diterima.
Bayangkan saja, untuk sekolah dengan 5000 murid, pungutan liar itu bisa mencapai Rp 5 juta per hari. Sebuah pemasukan baru yang, sayangnya, justru membebani program yang seharusnya gratis.
Belum lagi soal teknis seperti kasus keracunan, tumpukan limbah kemasan, dan takaran gizi yang kadang belum pas. Semua itu menambah daftar panjang evaluasi yang harus segera dituntaskan.
Artikel Terkait
Dua Tersangka Diciduk Polisi Usai Nenek 80 Tahun Diusir dan Rumahnya Diratakan
Habib Rizieq Serukan Revolusi Akhlak, Sebut Indonesia Darurat Kebohongan
Ijazah Jokowi: Pakar Sosiologi Hukum Soroti Keanehan yang Tak Kunjung Terjawab
Jakarta Bersiap: Hujan dan Rob Ancam Perayaan Malam Tahun Baru 2026