jelasnya lagi.
Memang, dalam dunia digital sekarang, sebuah video atau gambar bisa dengan mudah berpindah tangan. Di-edit, dipotong, atau dikomentari sedemikian rupa. Proses pertukaran itu sendiri bisa mengubah konteks, bahkan menciptakan interpretasi baru yang jauh dari versi aslinya.
“Nah, tentu saya harus melakukan pencarian sampai ke konten yang dianggap atau saya bisa memberikan konklusi,” tambah Abimanyu.
Di sisi lain, dia menekankan bahwa pendekatan digital forensic seharusnya objektif. Bukan untuk menuduh, tapi lebih untuk mengungkap kemungkinan-kemungkinan yang ada. Lalu, ketika ditanya apakah mungkin video glamping Aura dan Ridwan Kamil itu diambil di lokasi yang sama, responsnya cukup menarik.
“Ya, kemungkinan. Kalau kita bicara suatu kecenderungan, kemungkinan ada di situ, kecenderungan kesamannya ada. Ya, dan kemudian segala sesuatu yang lebih mengarah ke sana, ada,”
pungkasnya.
Jadi, simpulannya? Memang ada kemungkinan. Tapi tanpa pemeriksaan forensik digital yang teliti, semuanya masih berada di ranah kemungkinan dan spekulasi. Netizen mungkin sudah punya narasi sendiri, tapi ahli menyarankan untuk tidak terburu-buru.
Artikel Terkait
Patung Macan Putih Kediri Viral, Kepala Desa Janji Ganti dengan Versi Lebih Mirip
Gubernur Aceh Sambut Bantuan Malaysia untuk Korban Banjir Bandang
Arab Saudi Diserang Gelombang Dingin Ketiga, Suhu Bisa Tembus Minus 1 Derajat
Pemerintah Tinjau Ulang Izin 24 Perusahaan Diduga Picu Banjir Sumatera