Muhammadiyah melihat, ini bukan sekadar tren. Ini perkembangan teknologi yang harus dihadapi dengan ilmu, termasuk mempertimbangkan kesesuaiannya dengan prinsip syariah. Pendekatan hati-hati ini justru disambut positif pelaku industri.
Calvin menilai kajian semacam itu penting.
Ruang diskusi berbasis kajian, baginya, adalah vaksin terbaik melawan promosi menyesatkan dan skema berkedok kripto yang cuma janjikan imbal hasil tidak wajar.
Peringatan OJK jelas. Masyarakat harus jeli. Cocokkan nama entitas, aplikasi, dan alamat situs dengan daftar resmi. Waspadai tautan tidak resmi, domain mirip, atau promosi di media sosial yang mengarah ke platform tak dikenal. OJK tak cuma mengawasi bursa, tapi juga infrastruktur di belakangnya: kliring, kustodian, tempat penyimpanan aset. Tujuannya satu: membangun transparansi dan tata kelola yang kuat.
Jadi, ladang emas digital mulai dipagari hukum. Langkah tegas OJK dan respons kritis dari elemen masyarakat seperti Muhammadiyah menandai satu hal. Petualangan mencari "fortune" di dunia kripto tak lagi bisa dilakukan dengan semangat koboi. Butuh kewaspadaan, literasi, dan pijakan pada platform yang sah. Di rimba yang dulu liar, sekarang ada jalan setapak yang diberi tanda. Mengabaikannya, risikonya bukan cuma kehilangan harta. Tapi juga kebebasan. Era main aman, rupanya, sudah dimulai.
Artikel Terkait
Dua Kali Guncang, Warga Agam Berhamburan Keluar Rumah
Pemerintah Pacu Pembangunan 15.000 Hunian untuk Korban Bencana
Tim Unusa Bantu Pulihkan Bireuen: Dari Trauma Healing hingga Air Bersih
Kapolsek dan 11 Anggotanya Dicopot Usai Bandar Narkoba Kabur, Polsek Dibakar Massa