“Surabaya selalu mengedepankan prinsip yang salah dibenahi, yang benar dipertahankan, berdasarkan bukti hukum. Ini adalah bentuk konsistensi pemerintah kota dalam menegakkan aturan dan menjaga kepercayaan warga,” tambahnya.
Langkah pencegahan pun digeber. Untuk menghindari terulangnya insiden serupa, Pemkot sudah membentuk Satgas Anti Preman yang melibatkan polisi, TNI, dan unsur Forkompinda. Masyarakat diimbau melaporkan segala bentuk intimidasi atau aksi premanisme ke satuan tugas ini agar bisa ditindak tegas.
Tak cuma itu. Awal Januari 2026 nanti, rencananya akan digelar pertemuan dengan seluruh perwakilan suku dan ormas di Surabaya. Tujuannya jelas: memperkuat kondusivitas, membangun kesadaran bersama, dan menegaskan bahwa konflik apa pun harus berakhir di ranah hukum, bukan di jalanan.
“Surabaya terdiri dari beragam suku dan agama. Kita harus menjaga persatuan dan kerukunan. Jangan biarkan perbedaan dijadikan alasan untuk memecah belah masyarakat,” ungkapnya.
Pada akhirnya, semua ini butuh partisipasi warga. Eri yakin, dengan kerja sama semua pihak, setiap persoalan bisa diselesaikan secara adil dan transparan. “Warga yang mencintai Surabaya pasti akan membantu menjaga ketertiban dan tidak mudah terprovokasi oleh isu yang dapat memecah belah,” pungkasnya. Optimisme itu tentu saja diharapkan bukan sekadar kata-kata, tapi benar-benar terwujud dalam aksi nyata.
Artikel Terkait
Warga Murka Bakar Truk Kayu, Protes Banjir yang Tak Kunjung Usai
Ijazah Jokowi: Mengapa Kekuasaan Harus Turun Tangan?
Di Tengah Reruntuhan Gaza, Lima Ratus Penghafal Al-Quran Kibarkan Bendera Harapan
Dolfie OFP Pimpin PDIP Jateng, Bertekad Kembalikan Kandang Banteng