Kolaborasi dengan Iwan Fals di album ‘Orang Gila’ menunjukkan fleksibilitasnya. Dari rock keras ke pop progresif, ia menguasai semuanya.
Sebuah Hijrah yang Mengubah Segalanya
Tapi hidup di puncak ternyata punya bayangan yang gelap. Citra rocker sering dikaitkan dengan gaya hidup hedon. Edi pun merasakan titik jenuh yang dalam. Tahun 2003, ia memutuskan berubah.
“Capek. Jiwa capek,” katanya, mengungkapkan alasan sederhana yang terdalam.
Latar belakang keluarga yang religius, serta pernikahannya, menjadi penahan. Ia memilih untuk hijrah. Transformasi ini tak membuatnya menjauh dari dunia. Justru sebaliknya.
Kini, ia aktif mendatangi lapas, komunitas punk, dan kelompok yang terpinggirkan. Bukan untuk menggurui, tapi benar-benar berbagi pengalaman.
“Bukan tausiah, tapi sharing,” ujarnya merendah.
Ia terlibat di Hijrah Fest Palu 2018 dan berbagai kajian untuk musisi. Baginya, musik dan iman bisa berjalan beriringan.
Musik sebagai Jembatan Empati
Dalam berbagai aksi solidaritas, seperti untuk korban bencana di Sumatera, Edi punya prinsip yang jelas. Musik harus jadi jembatan empati, bukan alat pencitraan.
“Yang paling penting bukan seberapa besar nilainya, tapi seberapa ikhlas kita berbagi. Di mata Allah, keikhlasan jauh lebih berharga daripada angka,” tegasnya.
Ia juga tak segan menyampaikan kritik pada penguasa. Menurutnya, banyak bencana yang berulang bukan semata takdir alam, tapi buah dari kelalaian dan ketidakamanahan.
“Pemimpin harus jujur dan amanah. Kalau tidak, yang selalu menjadi korban adalah rakyat,” pesannya keras.
Kini, di usianya yang hampir 60 tahun, distorsi gitarnya masih berbunyi. Tapi sekarang, suara itu disertai dengan kesadaran dan empati yang matang. Di tengah negeri yang rentan, Edi Kemput mengingatkan kita bahwa musik, iman, dan kepedulian pada sesama haruslah menyatu. Bukan sebagai gimmick, tapi sebagai komitmen hidup yang nyata.
“Sebagai musisi atau seniman sebaiknya kita jangan hanya berteriak pada kepentingan golongan atau komunitas saja. Memiliki empati juga harusnya luas karena kita punya hati nurani sebagai manusia untuk berbagi pada segala hal,” tutupnya.
Artikel Terkait
Korban Tewas Bencana Sumatera Tembus 1.138 Jiwa, 163 Masih Hilang
Empat Turis Spanyol Hilang Usai Kapal Wisata Tenggelam di Labuan Bajo
Paus Leo XIV Sorot Gaza dalam Pesan Natal Perdananya: Bagaimana Kita Bisa Lupakan Tenda-Tenda Itu?
Basarnas Akhiri Pencarian Korban Banjir Aceh, Beralih ke Fase Pemantauan