Pertama-tama, Pak, tak perlu berkoar-koar soal mati untuk rakyat. Rakyat sebenarnya nggak butuh janji heroik macam itu. Yang mereka perlukan jauh lebih sederhana: bisa makan, bisa hidup layak. Cukup.
Daripada bicara mati-mati, lebih baik fokus pada hal konkret. Misalnya, menghemat drama penyelamatan uang negara yang jumlahnya triliunan, sementara para koruptornya bisa kabur begitu saja. Itu yang lebih penting.
Lalu, berantas sampai ke akar-akarnya para mafia yang tega menggunduli hutan kita. Semoga saja Bapak tidak terlibat di dalamnya. Tuntaskan juga mereka yang merusak negeri ini. Buang jauh-jauh para pejabat penjilat yang kerjanya cuma asal-asalan. Sederhana, kan?
Kalau Bapak benar-benar bisa mewujudkan semua itu, percayalah. Tanpa perlu sekali pun mengucap "saya rela mati untuk rakyat", nama Bapak akan dikenang. Jasa Bapak akan diagungkan jauh setelah Bapak tiada. Bahkan, selagi masih hidup, rasa sayang dari rakyat pasti akan datang dengan sendirinya.
Kedua, ini cuma pengingat saja, Pak. Janganlah mati untuk selain Allah.
Sebagai seorang muslim, hidup dan mati kita hanya untuk-Nya. Itu yang kita baca berulang kali, bukan? Innashalaatii wanusuukii wamahyaaya wamamaatii lillaahirabil ‘aalamiin. Artinya, shalat, ibadah, hidup, dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam.
Artikel Terkait
Gugatan Cerai Melonjak: Perempuan Indonesia Kini Lebih Berani?
Natal dalam Bayang Duka dan Harapan: Dari Aceh hingga Bethlehem
Pengakuan Elida Netti Sentuh Ijazah Jokowi Dihantam Bantahan: Keterangan yang Menyesatkan Publik!
Pohon Natal dari Knalpot Brong, Cara Polisi Ketapang Edukasi Pengendara