"Kita sedang mengembangkan Impact Based Forecasting atau IBF," kata Faisal, menyebut kolaborasinya dengan BNPB, Kementerian PUPR, dan ESDM.
Nantinya, informasi dari BMKG tak lagi sekadar angka intensitas hujan. Lebih dari itu, akan dijelaskan juga potensi risiko yang mengintai di lapangan.
"Jadi ketika BMKG memberikan informasi mengenai hujan, itu akan terjadi di daerah mana, intensitasnya bagaimana," ujar Faisal.
"Lalu kita analisis dampaknya: apakah berpotensi longsor, atau memicu banjir di wilayah yang diguyur hujan tersebut," lanjutnya.
Caranya? Dengan memadukan prakiraan cuaca yang sudah ada dengan peta kerentanan suatu wilayah. Hasilnya diharapkan bisa jadi alarm yang lebih spesifik dan mudah dimengerti.
"Prakiraan meteorologi akan di-overlay dengan kondisi kerentanan daerah. Itulah inti dari IBF yang kami kembangkan," paparnya.
Sebenarnya, secara teknis kemampuan prediksi BMKG sudah cukup mumpuni. Akurasinya tinggi untuk prakiraan hingga tujuh hari ke depan. Namun, Faisal mengakui, penyiapan peta kerentanan yang detail masih jadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan sebelum sistem ini bisa jalan sempurna.
"Banyak hal yang perlu diperkuat, terutama peta kerentanannya. Tapi dari sisi prakiraan, kami sudah siap," tandasnya.
Artikel Terkait
Stafsus Mendikbud yang Kuasai Anggaran hingga Mutasi Pejabat Terungkap di Sidang Tipikor
Kominfo Tingkatkan Pengawasan Digital, Fokus pada Perlindungan Anak dan Tata Kelola Platform
Aktor Vampire Diaries Singkirkan Gelas Starbucks Saat Wawancara, Serukan Boikot untuk Gaza
Penutupan TPL Disambut, Tapi Warga Tuntut Hentikan Operasi untuk Selamanya