Di sisi lain, keluhan serupa terus bermunculan dari para pelancong domestik. Seorang travel enthusiast yang kerap ke Bali mengaku kini lebih memilih Bangkok. Alasannya sederhana: kota itu terasa lebih siap, lebih ramah untuk semua kalangan.
“Kota nya bersih, tertib dan teratur,” katanya, membandingkan. Bahkan, sebagai seorang Katolik, ia menyoroti bagaimana Bangkok sangat mendukung wisata halal. Makanan halal mudah ditemui, tempat ibadah terjangkau. Hal-hal kecil yang justru berdampak besar bagi kenyamanan berwisata.
Persoalannya memang kompleks. Selain soal pelayanan, isu kepemilikan properti oleh orang asing juga ikut disinggung. Mereka membuka usaha serupa, lalu menarik wisatawan sebangsanya. Alhasil, pasar untuk warga lokal pun tergerus.
Ditambah lagi, pesaing regional seperti Vietnam kini semakin agresif, bahkan disebut-sebut merebut posisi wisata alam terindah se-Asia. Tekanan datang dari segala penjuru.
Jadi, apakah Bali sedang kehilangan pesonanya? Mungkin belum. Tapi sinyal ini jelas sebuah peringatan keras. Bali harus berbenah, dan cepat. Sebelum kesunyian ini bukan lagi sekadar fenomena musiman, melainkan kenyataan pahit yang permanen.
Artikel Terkait
Rocky Gerung Soroti Pejabat, Bukan Netizen, yang Rusak Kepercayaan Publik
KLH Keroyok Ratusan Usaha Pemicu Banjir dan Longsor di Sumatera
KH Maruf Amin Lepas Jabatan di MUI, Buka Jalan Regenerasi
Program Makan Gratis Rp7,9 Triliun di Masa Libur, Siapa yang Untung?