Di tengah puing-puing yang masih berdebu, sosok berjubah putih itu berdiri. Kardinal Pierbattista Pizzaballa, Patriark Latin Yerusalem, matanya menyapu pemandangan Kota Gaza yang hancur. Reruntuhan di sekelilingnya bukan cuma tumpukan batu dan besi, tapi sisa-sisa kehidupan yang tiba-tiba terenggut.
Suaranya, meski lelah, terdengar tegas saat ia berbicara.
Kata-katanya itu bukan sekadar janji. Itu adalah deklarasi keberadaan, sebuah penolakan untuk diusir dari tanah yang telah menjadi rumah bagi komunitasnya selama berabad-abad.
Artikel Terkait
Pernikahan Lintas Benua Warga Salumakarra dan Sudan, Ijab Kabul Berbahasa Arab
Saat Ijazah Jokowi Ditunjukkan, Ruang Sidang Tiba-tiba Sunyi
Diskusi Buku Reset Indonesia Dibubarkan Paksa, Jimly Asshiddiqie Minta Petugas Diberi Sanksi
Libur Sekolah, Program Makan Bergizi Gratis Tetap Fokus ke Ibu Hamil dan Balita