Di tengah puing-puing yang masih berdebu, sosok berjubah putih itu berdiri. Kardinal Pierbattista Pizzaballa, Patriark Latin Yerusalem, matanya menyapu pemandangan Kota Gaza yang hancur. Reruntuhan di sekelilingnya bukan cuma tumpukan batu dan besi, tapi sisa-sisa kehidupan yang tiba-tiba terenggut.
Suaranya, meski lelah, terdengar tegas saat ia berbicara.
Kata-katanya itu bukan sekadar janji. Itu adalah deklarasi keberadaan, sebuah penolakan untuk diusir dari tanah yang telah menjadi rumah bagi komunitasnya selama berabad-abad.
Artikel Terkait
Libur Panjang, Anak-Anak Magetan Tetap Antre Jemput Ransum Sekolah
Natal 25 Desember: Menguak Akar Kontroversi di Balik Perayaan
Anggota DPR Kritik Kebijakan Larangan Truk Saat Mudik: Logistik Tak Boleh Berhenti
Refleksi Akhir Tahun PWI Bogor Soroti Pentingnya Akses Pendidikan Tinggi