Paradoks Sawit: Subsidi Mengalir, Pajak Bocor

- Rabu, 17 Desember 2025 | 11:00 WIB
Paradoks Sawit: Subsidi Mengalir, Pajak Bocor

Laporan ekspor-impor kita lagi-lagi bermasalah. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) baru aja mengungkap kejanggalan yang cukup serius, khususnya di sektor minerba dan kelapa sawit. Intinya, angka dari negara tujuan impor kita jauh lebih gede ketimbang yang dilaporkin sama wajib pajak di dalam negeri. Ada yang nggak beres di sini.

Yang bikin mata terbuka lebar, temuan tentang 87 kontainer kelapa sawit. Kontainer-kontainer itu diekspor dengan mengantongi kode HS untuk "limbah", yang otomatis bebas bea keluar. Padahal, isinya? Komoditas sawit bernilai tinggi. Praktik kayak gini jelas membuka pintu lebar-lebar untuk penghindaran pajak, lewat under invoicing atau main-main dengan kode HS.

"

Nah, di sisi lain, kita terus digaungkan soal biofuel dari kelapa sawit (CPO) sebagai solusi. Katanya sih buat kemandirian energi, kurangi impor BBM, plus jadi solusi hijau. Tapi, jangan langsung percaya. Realitas di lapangan ternyata jauh lebih ruwet dan problematik.

Biofuel dari CPO ini, selain nggak efisien secara ekonomi, juga nyiptain moral hazard yang luas dan mahal buat negara. Benar-benar bikin pusing.

Soal efisiensi, jangan ditanya. Produksi biodiesel dari CPO itu sebenarnya nggak pernah benar-benar kompetitif tanpa suntikan subsidi. Harganya di pasar global kan fluktuatif, sementara harga energi dalam negeri ditekan demi alasan stabilitas. Selisihnya? Ya ditutup sama APBN kita. Alhasil, uang negara dipakai buat jaminin margin keuntungan segelintir pelaku yang punya kilang, bukan buat mendorong inovasi energi yang lebih sustainable.

Struktur industrinya juga timpang. Petani sawit kecil mana bisa nikmatin manfaatnya? Nilai tambah terbesar malah mengalir deras ke pemilik refinery dan pedagang besar yang udah terintegrasi. Dalam posisi ini, negara kayaknya bukan jadi pembeli yang cerdas, tapi lebih mirip penjamin keuntungan buat mereka.

Lalu, ada persoalan moral hazard yang akut. Industri sawit ini udah lama hidup dengan disparitas harga yang lebar banget antara pasar domestik dan ekspor. Skema DMO (Domestic Market Obligation) menetapkan harga lebih murah untuk dalam negeri, sementara ekspor ikut harga global. Perbedaan tajam ini bikin muncul insentif buat main harga (transfer pricing), lapor kurang (under invoicing), sampai penyelundupan fisik.


Halaman:

Komentar