Malaikat dan Keraguan Mereka: Mengapa Manusia Diberi Amanah Khalifah?

- Kamis, 11 Desember 2025 | 11:50 WIB
Malaikat dan Keraguan Mereka: Mengapa Manusia Diberi Amanah Khalifah?

Pertanyaan malaikat muncul karena mereka mempertimbangkan dampaknya: manusia berpotensi merusak, bukan menjaga. Tapi mustahil mereka menentang. Sifat malaikat kan patuh total, tidak pernah membangkang perintah.

Jadi, hikmah sepenuhnya ada pada Allah. Seperti kata-Nya, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” Itu final.

Khalifah di Bumi yang Rusak: Realita Kita Kini

Lihatlah sekeliling. Cuaca ekstrem, banjir bandang, perubahan iklim drastis. Bencana silih berganti, tak hanya di Indonesia, tapi di berbagai belahan dunia.

Ambil contoh banjir bandang di Sumatera baru-baru ini. Itu bukan bencana alam murni. Arus deras yang membawa gelondongan kayu besar-besaran punya cerita lain. Cerita tentang ulah manusia.

Penebangan hutan, pembakaran lahan, alih fungsi lahan ke sawit yang membuat tanah gundul. Semua itu menyumbang langsung pada tragedi itu. Lantas, apakah kekhawatiran malaikat dulu kini menjadi kenyataan? Ataukah manusia masih punya kesempatan untuk bermuhasabah?

Firman Allah dalam ayat ini jelas: manusia ditunjuk sebagai khalifah, penjaga bumi. Bukan perusak. Tapi kenyataannya? Seringkali kita berbuat sebaliknya. Seperti dalam QS. Al-Baqarah ayat 11, ketika dilarang berbuat kerusakan, malah ada yang ngotot, “Kami ini justru sedang memperbaiki.”

Ironis, bukan?

Jangan sampai kita termasuk dalam golongan itu. Tanggung jawab kekhalifahan harus ditunaikan, bukan diabaikan.

Lalu, solusinya apa? Al-Qur’an memberi petunjuk. Akar bencana seringnya adalah fasad, kerusakan yang dilakukan manusia sendiri. Langkah pertama ya menghentikan semua bentuk perusakan lingkungan itu.

Kita diperintahkan menjaga bumi. Artinya, stop penebangan liar, kelola sumber daya dengan seimbang, jaga kebersihan air dan udara.

Keadilan juga kunci. Kesenjangan dan keserakahan sering jadi pemicu kerusakan ekologi. Allah memerintahkan keadilan dalam mengelola alam.

Selain perbaikan fisik, aspek spiritual tak boleh dilupakan. Iman, takwa, dan istighfar bisa mendatangkan keberkahan, menciptakan harmoni dengan alam. Manusia perlu kembali taat.

Terakhir, prinsip keberlanjutan. Sebagai khalifah, kita harus berpikir untuk generasi mendatang. Pertanian yang ramah, ekonomi yang etis, pemanfaatan sumber daya yang bertanggung jawab. Itulah konsep mīzān, keseimbangan.

Penutup

Pertama, Surah Al-Baqarah ayat 30 menegaskan status manusia sebagai khalifah. Sebuah amanah besar untuk memimpin dan menjaga bumi. Malaikat sempat meragukan karena potensi kerusakannya, tapi Allah punya rencana lebih besar: dari manusia akan lahir para pembawa kebaikan.

Kedua, telaah tafsir dari berbagai ulama menunjukkan bahwa pertanyaan malaikat adalah bentuk keingintahuan, bukan perlawanan. Hikmah ilahi di balik penciptaan manusia begitu dalam, mencakup munculnya para kekasih Allah yang akan menghiasi bumi.

Ketiga, relevansinya dengan zaman sekarang terasa sangat nyata. Krisis lingkungan, banjir, kebakaran hutan banyak yang merupakan buah tangan manusia. Kekhawatiran malaikat dulu seakan menjadi cermin realita kita hari ini.

Keempat, solusi yang diajarkan Al-Qur’an komprehensif. Stop merusak, tegakkan keadilan, perbaiki diri secara spiritual, dan kelola alam dengan prinsip berkelanjutan. Hanya dengan kembali pada fungsi kekhalifahan yang sejati, manusia bisa membuktikan dirinya layak memikul amanah agung itu.

Alfin Muafii Fikri, Mahasiswa Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Universitas PTIQ Jakarta.


Halaman:

Komentar

Terpopuler