"Ini awalnya tanah perairan. Bukan berarti tanah enggak punya surat. PBB ada," tegas Husna mengenai status tempat tinggalnya.
Soal air, ceritanya agak berliku. Dulu, mereka mengandalkan air tanah, tapi sempat kekeringan parah pasca banjir besar di era 90an yang merendam mesin-mesin pompa. "Airnya dicabut," kenangnya. Sekarang, sebagian besar keluarga mengambil air dari musala dengan iuran Rp 30 ribu per bulan. Untuk listrik, mereka membeli token sendiri. "Kalau lagi murah Rp 500, mahal Rp 800," katanya.
Tak hanya Husna, ada pula Nung (39) yang sejak lahir tak pernah meninggalkan Kober. Baginya, ini adalah rumah satu-satunya. "Di sini kan memang rumah sendiri. Jadi mau pindah ke mana. Nyaman banget, enak lingkungannya ramai," tuturnya. Ia tinggal berlima bersama anak-anaknya yang bersekolah tak jauh dari lokasi.
Anak-anaknya tumbuh dengan leluasa, bermain bersama tetangga tanpa rasa khawatir. "Akses aman. Namanya udah lama jadi udah kenal semua," ujar Nung.
Menurut sejumlah saksi, kehidupan sosial di kampung kuburan ini ternyata cukup solid. Ada arisan meski Nung mengaku tak pernah ikut dan sistem ronda malam yang tetap berjalan. Profesi warga beragam, dari office boy sampai pegawai kantoran, kata Husna.
Namun begitu, bantuan sosial dari pemerintah dirasakan tidak konsisten. Husna sempat mendapat bansos di masa pandemi, lalu hilang. "Enggak usah diharapkan kalau saya pribadi. Kalau masih kita mampu kita jalanin," katanya dengan sikap mandiri. Sementara Nung hanya mengandalkan Kartu Jakarta Pintar untuk dua anaknya. "Dari kecil di sini saya enggak dapet apa-apaan. Cuma KJP anak," katanya.
Isu penggusuran sempat mencuat setelah ada pendataan dari kelurahan. Tapi Husna tampaknya tak terlalu khawatir. Ia yakin pemerintah tak akan bertindak semena-mena. "Kita tinggal di sini ada surat juga. Enggak mungkin pemerintah menggusur semena-mena," ujarnya penuh keyakinan.
Kawasan yang ia sebut sebagai rumah itu terdiri dari 168 Kartu Keluarga. Rata-rata, setiap keluarga memiliki dua hingga tiga anak. Sebuah komunitas yang hidup, bernapas, dan bertahan di antara nisan-nisan di RT 1 RW 9, Kelurahan Rawa Bunga, Jatinegara, Jakarta Timur.
Artikel Terkait
Hilang 21 Tahun, Pekerja Migran Asal Temanggung Ditemukan dalam Kondisi Disekap
Viral Pria Klaim Bawa Mobil Barang Bukti Polsek untuk Jalan-jalan ke Mal
Antrean Solar di Palembang Bikin Sopir Truk Kelabakan
PBNU Mandek, Roda Organisasi Terkunci Konflik Internal