Kalau soal ancaman hukuman, UU TPKS memang tak main-main. Santo menjelaskan, ancaman pidananya berkisar antara empat hingga dua belas tahun penjara. “Kami berharap pasal maksimal bisa diterapkan,” jelasnya.
Di tengah proses hukum yang berjalan, kondisi Icel jadi perhatian. Santo menyebut kliennya itu sehat secara fisik meski kandungannya sudah delapan bulan dan diperkirakan lahir Januari nanti.
Namun begitu, tekanan mentalnya jelas ada. Tim kuasa hukum memastikan pendampingan akan terus diberikan.
Yang menarik, fokus tuntutan dalam kasus ini bukan semata untuk Icel. Hak anak yang dikandungnya justru jadi prioritas utama. Tuntutan mencakup pertanggungjawaban materiil, immateriil, dan kejelasan identitas anak, merujuk pada Putusan MK Nomor 46 Tahun 2010.
“Yang dituntut adalah hak anak, bukan untuk klien kami pribadi,” tegas Rd. Sugiandra menegaskan.
Narasi soal tanggung jawab ini makin kuat dengan adanya sebuah surat pernyataan dari AA. Isinya janji untuk menikahi korban dan bertanggung jawab. Tapi nyatanya, setelah surat itu dibuat, AA malah menghilang.
“Setelah membuat surat pernyataan, dia malah lari dari tanggung jawab,” kata Santo dengan nada kesal.
Santo juga menegaskan, peristiwa ini sama sekali bukan hubungan suka sama suka. Ada unsur bujuk rayu dan janji-janji yang melatarbelakanginya, menurut keterangan korban. Tapi akhirnya, semua konstruksi hukum itu mereka serahkan sepenuhnya kepada penyidik.
Artikel Terkait
Beby Prisillia Ungkap Rindu, Onad Segera Pulang dari Rehabilitasi
Mbah Mijan Tutup Buku, Beralih dari Dunia Gaib ke Ruang Perawatan
Habib Jafar Tegaskan Dukungan untuk Onad: Sahabat Harus Hadir di Saat Susah
Kaia Lanna Fernandez Tiba, Steffi Zamora dan Nino Fernandez Resmi Jadi Orang Tua