Ucapan-ucapan seperti itu adalah cermin nyata ketergantungan itu. Akhirnya, bahagia atau tidaknya diri, ditentukan oleh keberadaan dan perlakuan pasangan. Sekalipun perlakuan itu menyakitkan.
Jeruji yang Tak Kelihatan
Begitu seseorang yakin kebahagiaannya hanya dari pasangan, dunia di sekitarnya pun memudar. Hidupnya berpusat pada satu orang saja, tanpa sadar mengabaikan orang-orang lain yang sebenarnya juga punya arti.
Penelitian yang sama memperkuat hal ini. Korban sering merasa terisolasi dari lingkaran sosialnya. Dalam kondisi itu, mereka bingung harus curhat ke siapa. Ujung-ujungnya, perhatian hanya tertuju pada kebutuhan dan keinginan sang pasangan.
Jiwa yang Terpisah dari Raga
Kekerasan yang dialami lambat laun membuat korban kehilangan dirinya sendiri. Mereka mulai menyalahkan diri dan merasa pantas diperlakukan kasar. Ini adalah bentuk pertahanan diri, seperti dijelaskan dalam penelitian, di mana korban berusaha melindungi hubungan dengan berbohong pada orang sekitar dan menampilkan sikap yang bertolak belakang dengan perasaan sejati.
Kondisi ini menunjukkan satu hal: korban mulai kehilangan jati diri. Hidupnya dipenuhi topeng dan sandiwara, menunggu keberanian untuk membebaskan diri dari jerat yang sama-sama mereka pelihara.
Melihat dampaknya yang terus menggores luka baru, bukankah ini saatnya bangkit dan melawan? Ingat, cinta sejati tidak memaksa. Tidak menyakiti. Cinta yang benar adalah ketika kamu tak perlu lagi mempertanyakan harga dirimu sendiri.
Artikel Terkait
Brigitte Bardot, Ikon Prancis yang Pernah Bantah Kabar Kematiannya, Tutup Usia
2025: Tahun Penuh Cincin dan Gaun Pengantin di Dunia Selebriti
Cegah Diabetes Sejak Dini, SDN Sukadami Gencar Edukasi Jajanan Sehat
Wamenristek Stella Christie: Jangan Paksa Anak Belajar Coding, Kekuatan Otak Ada di Cara Berpikir