Memang, kinerja logam mulia sepanjang tahun ini luar biasa. Emas telah melonjak sekitar 65 persen. Tapi perak lah yang benar-benar bersinar dengan kenaikan fantastis sekitar 147 persen, didorong statusnya sebagai mineral kritis dan permintaan industri yang kuat.
Meski terjadi koreksi, Meger tetap optimis untuk jangka panjang, khususnya untuk perak.
“Saya percaya fundamental berupa kendala pasikan perak masih menjadi faktor penting di pasar, dan prospeknya tetap positif menuju 2026,” imbuhnya.
Di sisi lain, faktor geopolitik juga ikut bermain. Ketegangan antara Rusia dan Ukraina kembali memanas, dengan Presiden Putin menyatakan akan meninjau kembali posisi perundingan damai. Situasi seperti ini biasanya mendorong minat pada aset safe haven seperti emas, namun kali ini tampaknya didominasi oleh sentimen ambil untung.
Daniel Ghali, Strategis Komoditas di TD Securities, punya analisis tambahan. Menurutnya, penurunan harga diperparah oleh kondisi likuiditas pasar yang tipis. Faktor tenggat waktu kebijakan dari pemerintahan Trump di AS dan suasana liburan turut memperlemah volume perdagangan, sehingga pergerakan harga jadi lebih volatil.
Jadi, kerontokan saham tambang emas ini adalah cerminan langsung dari gejolak di pasar global. Investor domestik seolah hanya menunggu sinyal dari luar, dan ketika sinyal itu negatif, reaksinya pun cepat. Bagaimana kelanjutannya? Tentu saja kembali ke tangan masing-masing investor dalam membaca peluang dan risiko.
Artikel Terkait
IHSG Pacu 24 Rekor Tertinggi Sepanjang 2025, Market Cap Tembus Rp16.000 Triliun
Bea Keluar Batu Bara 2026: Antara Tambahan Rp 20 Triliun dan Ancaman Manipulasi Data
Perbankan Cetak Rekor, Sumbang Dividen Rp 80,3 Triliun di 2025
Indika Energy Bentuk Anak Usaha Baru untuk Diversifikasi Bisnis