Tonga 2022: Letusan yang Mengguncang Dunia dan Mengalahkan Legenda Krakatau

- Rabu, 10 Desember 2025 | 14:06 WIB
Tonga 2022: Letusan yang Mengguncang Dunia dan Mengalahkan Legenda Krakatau

Bayangkan suara konser yang memekakkan telinga, dentuman kembang api, atau sound system yang mengguncang panggung. Semua itu memang keras, bahkan bisa merusak pendengaran kita. Tapi percayalah, itu belum apa-apa. Ada satu suara yang jauh lebih dahsyat, dan ia berasal dari Indonesia.

Ya, ledakan Gunung Krakatau pada 1883 sering dianggap sebagai suara paling keras yang pernah terdengar di Bumi. Menurut sejumlah saksi dan catatan sejarah, dentumannya bisa didengar hingga ribuan kilometer jauhnya. Bahkan, alat pengukur tekanan di berbagai belahan dunia ikut bergetar menangkap gelombang kejutnya.

Para pelaut yang berjarak sekitar 64 kilometer dari gunung itu melaporkan gendang telinga mereka pecah. Diperkirakan, suaranya mencapai 170 desibel dalam radius 160 km level yang sudah pasti menyebabkan kerusakan permanen. Sebagai perbandingan, suara gergaji mesin 'hanya' sekitar 110 desibel, sementara mesin jet mendekati 140 desibel. Ambang batas rasa sakit manusia sendiri ada di angka itu.

Namun begitu, perhitungan ilmiah modern justru menunjukkan angka yang jauh lebih fantastis. Letusan Krakatau kemungkinan besar mencapai 310 desibel. Pada level ekstrem seperti ini, suara tak lagi sekadar getaran. Ia berubah menjadi gelombang kejut, sebuah dorongan tekanan ekstrem yang bergerak lebih cepat dari kecepatan suara. Gelombang kejut dari Krakatau disebut-sebut mengelilingi Bumi hingga tujuh kali.

Tapi, benarkah kita tahu seberapa persis kerasnya?

Michael Vorländer, seorang profesor akustik dari Jerman, punya catatan penting. “Semua perhitungan berdasarkan asumsi yang tingkat ketidakpastiannya sangat besar,” ujarnya.

Artinya, angka-angka itu punya margin error yang lebar. Hal serupa juga terjadi pada ledakan meteor Tunguska di Siberia tahun 1908. Kekuatannya diperkirakan 300-315 desibel, nyaris menyamai Krakatau. Tapi lagi-lagi, pengukurannya dilakukan dari jarak yang sangat jauh dari pusat ledakan.

Lalu, bagaimana dengan rekor di era modern, di mana kita sudah punya jaringan sensor yang canggih?


Halaman:

Komentar