Di hutan tanpa sinyal, dengan baterai ponsel menipis, mentalnya benar-benar diuji.
Puncaknya ketika mereka sampai di lokasi. Iswandi sempat memberi kabar yang mengecewakan: bunganya tidak mekar.
"Kata Bapak Iswandi; 'Bang, bunganya enggak mekar'. Lutut saya langsung lemas, mau berdiri saja enggak sanggup," kenang Deki.
Ternyata, ada kesalahpahaman. Iswandi tidak tahu bahwa Rafflesia punya fase mekar bertahap. Saat Deki memeriksa sendiri, ia melihat satu kelopak mulai terangkat. Bunga itu ternyata sedang mekar!
Deki pun menangis. Tangis bahagia yang tak terbendung.
"Chris mengira saya berhalusinasi karena efek perjalanan jauh. Pak Iswandi malah mengira saya kesurupan karena sudah waktu Maghrib di tengah hutan," ujar Deki sambil tertawa mengenang momen itu.
Karena peralatan terbatas, ditambah gelap dan ancaman hewan liar, mereka cuma bisa bertahan satu jam di lokasi sebelum memutuskan turun.
"Pak Iwan (Iswandi) tetap memantau kami dari jauh. Dia harus lihat ke sana ke mari, ada harimau atau enggak?'," kata Deki.
Penemuan ini tentu membawa angin segar bagi dunia konservasi. Tapi di sisi lain, ada kekhawatiran yang mengusik Deki. Video tangisannya direkam Chris dan menjadi viral, menarik perhatian banyak orang.
Ia berharap viralitas itu membawa dampak baik, bukan malah merusak. "Harapan kami, daerah ini tetap terjaga. Biarlah viral, tapi habitat jangan sampai rusak," tutupnya.
Artikel Terkait
Fujifilm X-T30III Meluncur, Bawa Sentuhan Klasik untuk Konten Kekinian
Mahasiswa ITS Rancang Halte Transjakarta Masa Depan, Bakal Diwujudkan 2026
Duduk Terlalu Lama, Pintu Masuk Bagi Penyakit Kronis yang Tak Disadari
Mahasiswa Unair Rancang Perisai Nano untuk Atasi Diabetes Tipe 1