DPR Tak Kenal Istilah Nonaktif, Ketua Anggar Pastikan Ahmad Sahroni Cs Masih Akan Terima Gaji!

- Senin, 01 September 2025 | 13:45 WIB
DPR Tak Kenal Istilah Nonaktif, Ketua Anggar Pastikan Ahmad Sahroni Cs Masih Akan Terima Gaji!

“Keputusan partai-partai itu tentu saja baik sebagai respons atas tuntutan publik yang mengkritik pernyataan dan sikap tidak pantas sejumlah anggota DPR itu terkait tunjangan DPR,” kata Lucius kepada wartawan, Minggu (31/8/2025).


Namun, Lucius menegaskan istilah nonaktif justru menimbulkan masalah baru. 


Pasalnya, dalam Undang-Undang MD3 tidak dikenal adanya mekanisme penonaktifan anggota DPR.


“Istilah nonaktif ini bukan kata yang dipakai UU MD3 untuk menyebutkan alasan yang bisa digunakan DPR untuk memproses penggantian anggota DPR (PAW),” ujarnya.


Lucius menjelaskan, dalam UU MD3 hanya ada tiga alasan seorang anggota DPR bisa diberhentikan; meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan. 


Karena itu, penonaktifan tidak bisa dibaca sebagai sanksi resmi dari partai.


“Nampaknya partai tak cukup berani untuk mengakui kesalahan yang telah dilakukan kader-kader mereka yang memicu kemarahan publik,” tegasnya.


Ia menilai penggunaan istilah nonaktif menunjukkan kegamangan partai. 


Menurutnya, keputusan itu lebih sebagai strategi menenangkan publik sementara waktu, sembari menunggu situasi mereda.


“Oleh karena itu, keputusan parpol atas Eko, Sahroni Cs lebih nampak sebagai strategi untuk menenangkan publik sementara waktu sembari melihat perkembangan selanjutnya untuk memastikan sanksi terhadap kader-kader mereka,” kata Lucius.


Masalahnya, lanjut Lucius, status nonaktif tetap membuat anggota DPR bersangkutan berhak menerima gaji dan tunjangan. 


Kondisi ini dikhawatirkan justru memicu kemarahan gelombang kedua dari masyarakat.


“Ketika partai membuat keputusan yang ragu-ragu dengan menggunakan istilah non aktif, maka tunjangan yang jadi akar masalah munculnya aksi massa, masih akan diterima oleh kader-kader non aktif ini,” ucapnya.


Atas dasar itu, Formappi mendesak partai mengambil langkah lebih tegas dengan melakukan pergantian antar waktu (PAW) terhadap kader yang sudah menimbulkan polemik.


“Harusnya partai tegas saja sih agar tak ada lagi diskusi setelah ini yang memungkinkan situasi menjadi tidak kondusif lagi,” tegas Lucius.


Ia juga mengingatkan, penggunaan istilah nonaktif bisa saja hanya dijadikan jeda untuk mengembalikan kader bermasalah itu saat kondisi sudah tenang.


“Kalau parpol ngga merasa bersalah dengan apa yang dilakukan kadernya, ya maka istilah nonaktif ini bisa jadi hanya berarti jeda waktu untuk menenangkan massa di satu sisi, dan di sisi lain untuk mempersiapkan kembalinya kader-kader itu jika publik sudah tenang kembali,” pungkas Lucius.


Sumber: Suara


Halaman:

Komentar