Menurutnya, faktor utamanya adalah angin berputar dengan kecepatan tinggi yang lahir dari awan cumulonimbus saat cuaca ekstrem lokal. Apa pemicunya? Perbedaan kondisi udara. Udara panas dan lembap di permukaan yang bertabrakan dengan udara dingin di lapisan atas bisa bikin atmosfer jadi tidak stabil. Dari situlah puting beliung terbentuk.
Anginnya sendiri bergerak melingkar seperti spiral, dengan kecepatan minimal 34,8 knot atau setara 64 km/jam. Ia menyentuh bumi, mengobrak-abrik apa yang dilalui, lalu hilang dalam waktu singkat. Sifatnya yang mendadak inilah yang kerap membuat orang tak siap.
Karena itu, imbauan pun disampaikan. BMKG meminta masyarakat benar-benar waspada terhadap tanda-tanda awan cumulonimbus yang gelap dan menjulang tinggi saat cuaca ekstrem mengancam.
"BMKG menghimbau agar mewaspadai tanda-tanda awan CB saat cuaca ekstrem, menghindari berteduh di bawah pohon besar atau bangunan rapuh," tambah Guswanto. "Ikuti peringatan dini BMKG, pastikan rumah memiliki struktur atap yang kuat di daerah rawan."
Intinya, fenomena seperti di Kemang ini adalah pengingat keras. Cuaca ekstrem bisa melahirkan kejadian tak terduga dengan dampak yang serius. Kesiapsiagaan dan menghindari lokasi rawan saat peringatan dikeluarkan adalah langkah paling bijak.
Artikel Terkait
BMKG Ramalkan Malam Tahun Baru 2025 Didominasi Hujan di Banyak Wilayah
Kapolri Paparkan Dampak Mengerikan Kerusuhan Global: Ekonomi Ambruk, Kepercayaan Publik Runtuh
Kapolri Beberkan 10 Ancaman Serius yang Menghantui Indonesia Satu Dekade ke Depan
Dasco Buka Rapat Pemulihan Aceh, Prabowo Dijadwalkan Sambangi Korban