Keputusan KPK menghentikan penyidikan kasus korupsi izin tambang di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, menuai kritik tajam. Banyak yang bertanya-tanya, apa yang sebenarnya terjadi? Namun begitu, lembaga antirasuah itu bersikukuh. Mereka menegaskan tidak ada tekanan politik apa pun di balik penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) untuk kasus yang sempat mengguncang itu.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, memberikan penjelasannya. Menurutnya, ini murni soal kendala teknis.
Kasus ini sebenarnya sudah berumur panjang. KPK pertama kali mengumumkan penyidikannya delapan tahun silam, tepatnya pada 2017. Saat itu, mantan Bupati Konawe, Aswad Sulaiman, ditetapkan sebagai tersangka. Nilai kerugian negaranya disebut-sebut fantastis: mencapai Rp 2,7 triliun.
Lalu, mengapa tiba-tiba dihentikan?
Budi membeberkan alasannya. Penghentian penyidikan, yang sebenarnya sudah diberlakukan sejak Desember 2024, diambil karena auditor menemui jalan buntu. Mereka kesulitan bahkan tidak bisa melakukan penghitungan kerugian negara secara konkret.
Di sisi lain, ada masalah lain yang muncul. Untuk dugaan suap yang menyertai kasus ini, masa penuntutannya ternyata sudah kadaluarsa. Dua hal inilah kurangnya alat bukti kerugian negara dan kadaluarsanya pasal suap yang akhirnya memaksa KPK mengeluarkan SP3.
Artikel Terkait
Bantuan Kemensos Tembus Rp 100 Miliar untuk Korban Bencana di Sumatera
KSAD Maruli Simanjuntak Murka, Pencurian Baut Jembatan Bailey di Aceh Disebut Sabotase
Truk Kabur Usai Picu Tabrakan Beruntun di Tol Jakarta-Tangerang
Ganjar Soroti Tugas Baru Pengurus PDIP Jateng: Turun Gunung dan Bermanfaat untuk Rakyat