"Rendahnya nilai TKA bahasa Inggris dan matematika, menurut saya perlu dilihat sebagai peringatan bahwa ada persoalan struktural dalam pembelajaran, bukan semata kelemahan siswa," ujar Hetifah kepada wartawan, Kamis lalu.
Menurutnya, akar masalahnya lebih kompleks. Ia menyoroti beberapa hal, mulai dari kualitas dan distribusi guru yang belum merata, metode mengajar yang dinilai kurang kontekstual, sampai minimnya kesempatan bagi siswa untuk menggunakan bahasa Inggris dalam aktivitas sehari-hari.
"Ini berkaitan dengan kualitas dan pemerataan guru, metode ajar yang masih kurang kontekstual, serta minimnya paparan Bahasa Inggris dalam keseharian belajar," jelasnya.
Hetifah menambahkan, seharusnya TKA bisa berfungsi lebih dari sekadar alat ukur. "TKA diperlukan sebagai alat yang mampu memeriksa kebijakan untuk memperbaiki proses belajar, bukan sekadar instrumen evaluasi hasil belajar saja," pungkasnya. Intinya, hasil ini harus jadi bahan koreksi untuk sistem, bukan hanya untuk siswa.
Artikel Terkait
Remaja Bandung Hilang Terseret Ombak di Pangandaran
Korban Tewas Banjir Bandang Aceh-Sumatera Capai 1.135 Jiwa, Ratusan Masih Hilang
Malam Duka di Lereng Merbabu: Pendaki Meninggal Diduga Tersambar Petir
BMKG Waspadai Dua Ancaman Siklon Tropis di Perairan Indonesia