Kesiapsiagaan Bencana: Belajar dari Korea, Mengingat Pramuka

- Rabu, 24 Desember 2025 | 12:10 WIB
Kesiapsiagaan Bencana: Belajar dari Korea, Mengingat Pramuka

Bencana tak pernah mengirimkan undangan. Ia datang begitu saja, seringkali di saat kita paling lengah. Di negeri yang indah sekaligus rentan seperti Indonesia, gempa, banjir, atau letusan gunung api bukanlah kemungkinan belaka. Itu adalah kenyataan hidup yang harus kita hadapi. Lalu, mengapa setiap kali bencana melanda, kepanikan selalu lebih cepat menyebar dibanding ketenangan? Pertanyaan itu kerap mengusik pikiran.

Jawabannya, barangkali, tidak terletak pada sistem peringatan dini yang canggih semata. Melainkan pada sesuatu yang lebih mendasar: budaya kita dalam memandang kesiapsiagaan.

Sebuah Percakapan yang Menghentak

Beberapa waktu lalu, saya mengobrol santai dengan seorang rekan asal Korea Selatan. Obrolan ringan, tentang ini dan itu. Sampai akhirnya dia bercerita, bahwa di masa mudanya dulu, dia sempat dilatih untuk mengemudikan tank.

Bukan karena dia ingin jadi tentara. Juga bukan karena negaranya sedang menuju perang.

"Negara saya ingin saya siap," ujarnya, dengan nada datar.

Kalimat sederhana itu terasa seperti tamparan. Di situlah saya tersadar. Kesiapan bukanlah sesuatu yang bisa diadakan dadakan saat krisis melanda. Ia adalah hasil dari pembiasaan. Hasil dari latihan yang terus-menerus, hingga akhirnya menjadi refleks alamiah sebuah masyarakat.

Intinya Bukan Tank, Tapi Pola Pikir

Memang, wajib militer di Korea punya sisi militeristik yang kuat. Tapi ada pelajaran lain yang bisa kita ambil: mereka membangun budaya siap. Warganya dibiasakan mengikuti protokol, memahami peran masing-masing, dan tetap tenang menghadapi situasi sulit.

Kita tak perlu meniru persis model mereka. Yang kita butuhkan adalah menanamkan prinsip yang sama: menjadikan kesiapsiagaan sebagai kebiasaan sehari-hari, bukan sekadar reaksi saat keadaan sudah darurat.

Faktanya, kebanyakan orang sebenarnya peduli dan ingin tahu soal mitigasi bencana. Tapi nyatanya, hanya segelintir yang benar-benar siap ketika bencana benar-benar terjadi. Soalnya bukan pada niat, melainkan pada kebiasaan. Atau tepatnya, kurangnya kebiasaan.

Mengenang Pramuka dan Pelatihan Dasar


Halaman:

Komentar