Ketika Belanda berusaha menguasai Sumatera Tengah untuk tambang dan perkebunan pada akhir abad ke-19, wilayah V Koto Kampar (meliputi Kuok, Salo, Bangkinang, Air Tiris, dan Rumbio) menjadi benteng pertahanan terakhir yang sulit ditembus.
Di bawah kepemimpinan Karim Datuk Seribu Garang, para dubalang Kampar bersatu melawan kolonial. Ia memimpin generasi emas dubalang Kampar yang terdiri dari para pejuang tangguh seperti Gandulo Datuok Tabano, Saleh Datuok Si Ampang Langka, Usman Datuok Dubalang Kayo, Daud Datuok Rajo Angek Garang, dan Hadji Ismail Datuok Panglimo Caka.
Akhir Hayat dan Warisan Perjuangan
Puncak perlawanan terjadi tahun 1899 ketika Belanda melancarkan serangan balasan ke Bangkinang. Pada pertempuran sengit tanggal 28 Agustus 1899, Karim Datuok Saibu Gaghang gugur bersama rekan-rekan seperjuangannya. Jenazahnya dimakamkan di Teratak Baru, wilayah Persukuan Melayu Datuok Patio.
Lebih dari sekadar tokoh perang, Karim Datuk Seribu Garang merupakan simbol keteguhan adat Tanah Kampar. Dalam memori kolektif masyarakat, namanya mewakili nilai keberanian, harga diri, dan kepemimpinan sejati. Ia membuktikan bahwa Kampar adalah tanah yang tak pernah tunduk sepenuhnya di bawah penjajahan kolonial.
Kisah perjuangan Karim Datuk Seribu Garang patut dikenang sebagai inspirasi bagi generasi muda untuk mencintai tanah air dan menghargai jasa para pahlawan daerah yang telah berkorban demi mempertahankan kedaulatan negeri.
Artikel Terkait
Kades di Sragen Tersangka Korupsi Sewa Tanah Desa, Rugikan Negara Rp 240 Juta
Perjuangan Dakwah Ustaz Awi: Mengajar & Mengaji di Pedalaman Suku Talang Mamak Riau
Ledakan SMAN 72 Jakarta: Kronologi CCTV dan Motif Pelaku Menurut Polda Metro Jaya
Kronologi Lengkap Ledakan SMAN 72 Jakarta: Detik-detik Pelaku Beraksi Berdasarkan CCTV