Pemerintah juga berencana menggunakan sebagian pendapatan perdagangan karbon untuk membiayai pembangunan energi bersih, khususnya proyek tenaga surya dan panas bumi di Indonesia Timur.
Risiko Ketimpangan dan Kolonialisme Karbon
Perdagangan karbon berpotensi menciptakan bentuk baru ketimpangan ekologis. Di banyak negara berkembang, proyek karbon sering membatasi akses masyarakat lokal ke hutan dan lahan mereka. Wilayah yang semula dikelola bersama berubah menjadi "zona konservasi tertutup" setelah dijual sebagai penyerap karbon kepada perusahaan asing.
Ekonom peraih Nobel Joseph Stiglitz menyebut fenomena ini sebagai "kolonialisme karbon", dimana negara kaya membeli hak atas alam negara miskin untuk mempertahankan gaya hidup intensif karbon.
Akademisi dan aktivis lingkungan dalam negeri menekankan pentingnya mekanisme Free, Prior and Informed Consent (FPIC) bagi masyarakat adat dalam setiap proyek karbon. Tanpa persetujuan yang bebas dan sadar dari masyarakat lokal, proyek penyelamatan iklim justru berisiko menjadi praktik eksklusi dan perampasan hak.
Masa Depan Kedaulatan Karbon Indonesia
Indonesia memiliki posisi strategis dengan 125 juta hektare hutan dan potensi penyerapan karbon lebih dari 1,5 miliar ton CO₂e per tahun. Negara ini berpotensi menjadi "paru-paru dunia" sekaligus pusat ekonomi hijau regional.
Kebijakan pemerintah menunjukkan upaya menyeimbangkan antara kebutuhan investasi, tanggung jawab iklim, dan kesejahteraan lingkungan. Implementasi sistem nasional terintegrasi menjadi kunci untuk memastikan Indonesia tidak sekadar menjadi "penjual izin bersih" bagi negara maju.
Pada akhirnya, perdagangan karbon adalah alat yang bisa menjadi jembatan menuju pembangunan hijau atau jebakan baru bagi ekologi. Di tangan yang tepat, pasar karbon dapat membiayai transisi energi bersih. Namun jika salah kelola, ia hanya akan mengubah hutan dan udara Indonesia menjadi komoditas ekspor murah.
Pilihan strategis kini berada di tangan Indonesia: menjadikan karbon sebagai sumber kesejahteraan rakyat dan ketahanan lingkungan, atau membiarkannya menjadi komoditas global yang memperdalam ketimpangan.
Artikel Terkait
Harga Ayam & Telur Naik, Zulhas Sebut Tanda Program MBG Berhasil, Netizen Geram
Airbus A400M Tiba di Indonesia: Spesifikasi & Kemampuan Pesawat Angkut Terbesar TNI AU
Transformasi Perpustakaan Digital: Manfaat, Tantangan & Solusi Mengatasinya
Airbus A400M TNI AU Tiba di Halim, Disambut Water Salute: Spesifikasi & Kemampuan MRTT