Penulis: Ahmad Tsauri
Habib Umar bin Hafidz, seorang ulama besar yang diakui keilmuannya, belakangan mendapat panggilan tidak pantas dari sebagian pihak. Padahal, tokoh non-Muslim sekalipun yang diakui ketokohannya tetap dipanggil dengan gelar kehormatan seperti Paus Fransiskus, Romo, atau Dalai Lama.
Yang lebih memprihatinkan, pelecehan ini terjadi di internal umat Islam sendiri. Padahal, ulama sekelas Syeikh Ali Jumah saja menyebut Habib Umar sebagai Waliun min Auliyaillah. Memanggilnya dengan sebutan tidak resmi jelas merupakan bentuk pelecehan (ihanah).
Mayoritas ulama sepakat bahwa Habaib memiliki nasab yang bersambung (mutasil) hingga Rasulullah SAW. Ijma ulama ini juga ditegaskan oleh Badiuzaman Said Nursi dalam Rasail-nya. Keyakinan terhadap nasab dzuriyah Rasulullah ini penting dalam menjaga sanad keilmuan Islam.
Hampir tidak ada rantai sanad keilmuan Islam yang tidak melibatkan dzuriyah Nabi. Hubungan guru-murid antara Sayid/Habib dengan ulama lainnya telah membentuk khazanah keislaman yang kaya. Menolak keyakinan ini justru memutus mata rantai sanad keilmuan.
Logika yang aneh muncul ketika seseorang bisa mengambil manfaat dari kitab-kitab ulama seperti Imam Al Habib Abdullah bin Alhadad, Sayid Ahmad Zaini Dahlan, atau Sayid Muhammad bin Alwi al Maliki, namun tidak meyakini mereka sebagai keturunan Nabi. Padahal sepanjang hidupnya, mereka selalu dipanggil dengan gelar kehormatan sebagai dzuriyah Nabi.
Artikel Terkait
Tanggul Sungai Gandam di Pati Jebol 3 Titik, Begini Upaya Perbaikannya
Profesor Unnes Unggah Ijazah Asli UGM 1986, Ini 4 Perbedaan Mencolok yang Bikin Publik Heboh
Kajari Jaksel Berganti, Eksekusi Silfester Matutina Tetap Dikejar: Ini Kata Kejagung
Dugaan Korupsi Kereta Cepat Jakarta-Bandung: Ini Alasan Negara Bisa Rugi Rp73,5 Triliun!